Dedi prihatin dengan bergesernya narasi menjadi penggunaan kalimat 'maneh' yang ia tuliskan dalam kolom komentar akun Instagram Ridwan Kamil.
"Padahal esensi kritik yang dilontarkan Sabil ke Ridwan Kamil sangat penting dan krusial sekali. Yaitu Ridwan Kamil tak memiliki etika, tidak memiliki kepatutan, tidak netral ketika menghadiri acara kedinasan," ungkapnya.
Harusnya sebagai Gubernur Jawa Barat, kata Dedi, Ridwan Kamil bisa memberi contoh yang baik tentang mentalitas yang benar sebagai pemimpin.
“Justru saat ini isunya bergeser ke cara Sabil bertanya. Penggunaan kalimat 'maneh' bisa menjadi perdebatan yang panjang. Sebagian besar orang Cirebon atau Pantura biasa menggunakan kalimat 'maneh'. Menurut sebagian besar masyarakat Sunda di Pantura, ini tidak kasar. Sebab ini menyangkut dialek sebagian besar masyarakat Sunda di Pantura. Berbeda dengan masyarakar Periangan tengah atau selatan. Ini sama kaya penggunaan kata bahasa Jawa krama inggil dan bukan. Jika bahasa Pantura diframing ke Periangan tidak tepat. Sehingga masalah sopan atau tidak itu bisa diperdebatkan,” ucap Dedi.
Dedi menuturkan, saat ini masyarakat Jawa Barat harus memprotes langkah pemecatan terhadap Sabil. Meski Ridwan Kamil mengklaim ia tak memiliki kewenangan di sekolah swasta, namun jabatan politis yang dimilikinya bisa memulihkan hak dan kewajiban Sabil.
"Jika Sabil tak bisa lagi memiliki pekerjaannya lagi, harusnya Ridwan Kamil bisa mencarikan posisi yang pas buat dia," tegasnya.
“Kalau sampai Sabil kehilangan pekerjaan, maka Ridwan Kamil sebagai pemimpin yang zalim. Publik bisa kehilangan kepercayaannya kepada Ridwan Kamil jika ia melakukan kezaliman. Bisa jadi elektabilitasnya yang saat ini cukup baik akan terperosok,” ujar Dedi.
Editor : Ali Masduki