get app
inews
Aa Read Next : Kemenkumham Jatim Siap Sinergi dengan Pemimpin Baru di Tingkat Pusat, Ini Ungkapan Kakanwil

2 Polisi Divonis Bebas dalam Kasus Tragedi Kanjuruhan, Guru Besar Unpad Angkat Bicara

Senin, 20 Maret 2023 | 18:26 WIB
header img
Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Dr. Romli Atmasasmita Foto/Dok Unpad

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Dr. Romli Atmasasmita angkat bicara soal pro dan kontra soal vonis bebas atas dua petugas Polri dalam kasus tragedi Kanjuruhan. Ia menyebut, vonis bebas dalam hukum acara pidana bukan sesuatu yang diharamkan.

"Vonis bebas dalam hukum acara pidana yang berlaku adalah salah satu dari tiga jenis putusan pengadilan (vonis), selain putusan dilepas dari penuntutan (ontslag van alle rechtsvervolging) dan dihukum," jelas Prof. Romli tertulis, Senin (20/3/2023). 

Menurutnya, ketiga kemungkinan putusan pengadilan tersebut tergantung dari fakta-fakta yang diperoleh selama persidangan para terdakwa.

"Teori hukum pidana dan juga doktrin hukum pidana berfungsi menciptakan ketertiban dalam masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum, dan dengan kepastian hukum tersebut diharapkan akan tercipta keadilan dan lebih jauh juga memberikan kemanfaatan. Dengan demikian tujuan akhir bukanlah harus selalu menghukum atau memenjarakan setiap orang yang diduga melakukan kejahatan," paparnya.

Prof. Romli menambahkan, seiring dengan perkembangan masyarakat dunia, khususnya Indonesia abad 20 sampai 21, saat ini diketahui bahwa perlindungan hak asasi manusia merupakan idiologi baru hukum pidana, di sampimg filosofi Pancasila dan filosofi pembalasan (lex talionis) lazimnya dipraktikan selama berabad-abad lamanya.

"Namun diwajibkan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap orang termasuk tersangka, terdakwa dan terpidana serta korban tindak pidana," ujarnya.

"Contoh wujud perlindungan hak asasi manusia dalam hukum pidana adalah asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), non-self incriminating evidence, ne bis in idem, in dubio pro reo, dan abus de droit," tambah Prof. Romli.

Prof. Romli menambahkan, kekeliruan persepsi masyarakat mengenai tata cara berhukum dalam suatu perkara pidana yang keliru adalah selalu menghujat dan tunjuk hidung kepada aparatur penegak hukum, terutama petugas kepolisian.

"Ini akibat kurangnya pemahaman akan perkembangan praktik dan teoritik hukum dan diperparah oleh mereka yang justru paham hukum dan hak asasi manusia, yang selalu mengedepankan hak asasi korban, tidak juga pada pelaku kejahatan," terang dia.

"Dalam hal ini telah terjadi ketidakseimbangan pandangan mengenai hak dan kewajiban asasi manusia yang terus berlanjut tanpa koreksi yang terbaik dari para ahli atau pakar hukum pada umumnya, khusus ahli hukum dan hak asasi manusia bahwa di dalam setiap HAK selalu melekat KEWAJIBAN ASASI yang harus dipahami secara seimbang dan untuk saling dihormati," papar Prof. Romli.

Editor : Ali Masduki

Follow Berita iNews Surabaya di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut