Oleh karena itu, mereka mempertanyakan bagaimana klien mereka bisa disalahkan dan dituduh melakukan penggelapan dan atau penipuan terhadap keuangan perusahaan dimana berdasarkan peraturan perusahaan yang berlaku di Indonesia.
"Klien kami berhak secara penuh dan mutlak atas segala keuntungan/dividen di perusahaan Golden Dewata pada periode tersebut," ujarnya.
"Golden Dewata pada saat itu dimiliki oleh Klien kami seluruh asetnya (pemehang saham mayoritas 99% dan direktur utama), tapi kemudian publik, ahli pidana, ahli perdata pada saat kami mintai pendapatnya, juga dibuat tidak percaya kenapa Klien kami selaku pemilik perusahaan pda periode 2014-2020 justru disalahkan oleh pemilik perusahaan yang baru (Pelapor) atas kerugian pada periode 2017-2021," imbuh Ricky Nasution.
Menurut kuasa hukum, saat mengalihkan perusahaan Golden Dewata kepada Wis Equity (Feric Setiawan) berdasarkan perjanjian pada 4 November 2020, disepakati dalam perjanjian tersebut oleh kedua pihak (Terlapor dengan Pelapor) bahwa Ri-Yaz Group tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi selain sebagaimana yang tercatat dalam Laporan Keuangan Golden Dewata terakhir pada tahun 2019.
Kuasa Hukum mempertanyakan kenapa Pelapor/Korban setelah sudah mengecek aset-aset Golden Dewata berdasarkan Laporan Keuangan dari Audit Independen yang telah kami sodorkan dan juga telah disepakati kedua belah pihak, mengapa Pendiri Ri-Yaz Group Malaysia, Datuk Seri Mohd Shaheen dan Chief Executive Officer (CEO) Ri-Yaz Development yakni Kieran Chris Healey dikriminalisasi.
Terlebih lagi dalam perjanjian 4 November 2020 tersebut telah sepakat apabila ada sengketa yang timbul, akan diselesaikan oleh Pengadilan di Singapura.
"Itu mengartikan kasus ini jika ingin dipermasalahkan oleh Pelapor/Korban maka murni kasus perdata bukan kasus pidana di Kepolisian," tutupnya.
Editor : Ali Masduki