SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya digoncang kabar tak sedap. Tersiar kabar adanya kecerobohan administrasi dan dugaan suap penanganan kasus tewasnya mahasiswa Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya.
Kecurigaan ini muncul, karena dalam kasus penganiayaan ini ternyata muncul dua produk hukum dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Fakta ini dinilai saling bertolak belakang dan membuat praktisi hukum Surabaya berkomentar mengenai kondisi-kondisi lapangan yang terjadi.
Abdul Malik S.H., M.H., Praktisi Hukum sekaligus Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur mengatakan, ada kecurigaan yang terlihat dalam kasus tewasnya mahasiswa Poltekpel. Hal ini terlihat dengan adanya dua produk hukum yang dikeluarkan namun bertolak belakang pada asasnya. Menurutnya, fakta itu merupakan kecerobohan staf bagian pidana Pengadilan Negeri Surabaya.
"Melihat posisi dan proses hukumnya, kalau proses hukumnya diajukan oleh pihak pemohon, pra peradilan terhadap salah satu lembaga tidak menyebutkan kejaksaan, itu walaupun menang di tingkat Pra, padahal polisi jaksa P21 atau sempurna sudah dapat dipastikan itu sebuah kecerobohan dari staf Pidana Pengadilan Negeri Surabaya," kata Malik, Minggu (21/5/2023).
Malik mencurigai, aktivitas Pra Peradilan tersebut diduga transaksional, apalagi korban dalam perkara pokok meninggal dunia akibat dua tersangka yang ditetapkan oleh kepolisian.
"Jadi pra-nya saya pastikan tidak betul. Ada permainan antara itu tidak tahu, pengacara-pejabat PN atau hakim, pra itu diajukan bisa menang, ini saya pastikan ada yang tidak benar dalam prosesnya," tegas Malik saat dikonfirmasi.
Amar putusan Pra Peradilan yang ditolak oleh hakim tunggal Khadwanto juga disebut salah pihak, hingga putusan itu tidak dapat dilaksanakan. "Polisi jaksa hakim, kalau perkara ini sudah P 21 wajib disidangkan. Sama saja kalau polisi di Pra, Pra harus menghormati lembaga peradilan. Menunggu Pra ini berjalan, kalau berkas sama polisi sudah dikirim kejaksaan, P21 polisi tidak bersalah, tinggal nanti dalam persidangan wajib saksi verbal," lanjutnya.
Praktisi Hukum Abdul Malik., SH., M.H
Malik menyebut jika apa yang disampaikan adalah fakta lapangan yang kerap terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Maka, dampaknya para pencari keadilan dibikin bingung, hingga Undang-Undang dilangkahi oleh oknum yang mengeruk keuntungan pribadi.
"Saya pasti bertanggungjawab, keluarga tersangka kasihan, ini pasti tidak beres dan pasti dijanjikan sesuatu. Harus berani bicara, nanti kelihatan tidak beres hakimnya atau pengacaranya, menunggu hasilnya putusan hakim. Ditolak hakim mengacu pada penetapan penahanan, bisa disidangkan. Nanti tergantung putusan hakim, bukti Pra sebagai alat pertimbangan hakim untuk memtuskan, harus objektif, jangan masuk angin majelis hakim sidang perkara ini," tandasnya.
Editor : Arif Ardliyanto