SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pengacara Slamet Utomo (58), Rudy Santoso tidak menyangka bahwa adik bungsu dari kliennya tersebut, HS (53) memanfaatkan ibunda tercinta, Megawati Purnamasari (77) untuk menguasai harta waris ayahanda tercinta, Alm. Sutjianto.
Rudy menyatakan, kejadian ini bermula dari meninggalnya sang ayah pada akhir tahun 2020, dimana ia meninggalkan harta waris. Diantaranya sebuah dealer dan bengkel yang cukup terkenal di Banyuwangi.
Dealer dan bengkel tersebut berdiri di atas 2 (dua) bidang tanah hak milik atas nama Alm. Sutjianto. Megawati sendiri telah meninggalkan rumah yang berfungsi sekaligus sebagai dealer dan bengkel tersebut sejak meninggalnya Alm. Sutjianto dan tinggal bersama dengan HS, dimana seluruh biaya-biaya hidup dan pengobatannya dihitungkan sebagai hutang Megawati.
"Megawati tidak memberikan tanggapan ketika Slamet mengundangnya untuk tinggal bersamanya dengan seluruh biaya hidup dan pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh Slamet tanpa diperhitungkan sebagai hutang," ujar Rudy, Kamis (25/5/2023).
Permasalahan timbul ketika Slamet, yang menderita penyakit stroke sejak awal 2020, secara tiba-tiba pada bulan Januari 2021 didatangi di rumahnya di Jajag, Banyuwangi oleh seseorang berinisial SJ, yang mengaku sebagai kuasa hukum Megawati.
Ia kemudian mendesak Slamet untuk ikut dengannya ke rumah HS di Genteng, Banyuwangi, dimana Slamet kemudian disodori suatu dokumen berjudul kesepakatan bersama, dan dipegang tangannya oleh SJ untuk dicapkan jempolnya pada dokumen tersebut dan beberapa dokumen lainnya.
SJ hanya mengatakan bahwa dokumen tersebut adalah untuk menyerahkan pengelolaan dealer dan bengkel peninggalan Alm. Sutjianto kepada Megawati, dimana hasilnya akan dipergunakan untuk biaya hidup dan pengobatan Megawati.
Namun demikian, SJ, Megawati, maupun HS tidak seorangpun yang menyampaikan bahwa pengelolaan tersebut akan diserahkan oleh Megawati kepada HS setelahnya.
Pada 3 Maret 2021, tanpa sepengetahuan maupun persetujuan dari Slamet dan SR (56) (anak kedua dari pasangan Sutjianto dan Megawati), Megawati menerbitkan sebuah surat kepada PT. Mitra Pinasthika Mulia, yang menyatakan seolah-olah para ahli waris Alm. Sutjianto telah sepakat untuk menyerahkan pengelolaan dealer dan bengkel Alm. Sutjianto kepada HS.
Dalam kondisi diam-diam tersebut, SJ kemudian menemui R, Notaris dan PPAT di Banyuwangi, dan memintanya untuk membuat 5 (lima) akta. Salah satunya adalah akta kesepakatan bersama yang di kemudian hari diberi nomor 105, berisi seolah-olah telah terjadi kesepakatan diantara para ahli waris Alm. L Sutjianto untuk menyerahkan sepenuhnya 2 (dua) bidang tanah milik Alm. Sutjianto tersebut, dan 1 (satu) bidang tanah yang bukan merupakan milik Alm. Sutjianto (melainkan milik Slamet dan YH, mantan suami SR kepada Megawati.
Adapun akta lain yang dibuat oleh R adalah akta kesepakatan bersama yang di kemudian hari diberi nomor 106, yang pada pokoknya berisi kesepakatan para ahli waris Alm. Sutjianto untuk menyerahkan seluruh uang milik Alm. Sutjianto kepada Megawati, akta pembagian hak bersama.
Yang di kemudian hari diberi nomor 494/2022 dan 504/2022 yang pada pokoknya sebagai pelaksanaan dari Akta Kesepakatan Bersama nomor 105 untuk menyerahkan 2 bidang tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut kepada Megawati Purnamasari, serta 1 (satu) buah Akta Pembagian Hak Bersama yang hingga kini belum diberi nomor, yang pada pokoknya untuk mengalihkan 1 (satu) bidang tanah hak milik Slamet dan Yani tersebut kepada Megawati.
R sendiri sebagai Notaris dan PPAT diduga telah melanggar berbagai ketentuan jabatan Notaris dan PPAT dalam pembuatan 5 (lima) akta tersebut, antara lain karena ia melakukan penandatanganan secara terpisah-pisah antara para pihak, penandatanganan tidak disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, dan bahkan penandatanganan oleh SR tidak disaksikan oleh R sendiri sebagai Notaris dan PPAT, tidak terdapat pembacaan akta.
Dugaan manipulasi yang dilakukan tidak hanya sampai di situ, tanpa diundang, SJ mengajak R untuk datang ke rumah keluarga isteri Slamet di Surabaya pada malam hari, dimana kemudian R memegang tangan Slamet yang masih belum pulih dari sakit stroke, dan mencapkannya di akta-akta yang dibuatnya tersebut.
Lebih parahnya, ketika mengetahui Slamet dalam keadaan stroke dan salah satu obyek kesepakatan bukan milik Alm. Sutjianto, R secara sepihak membuat surat yang pada pokoknya menyatakan membatalkan Akta No. 105 tersebut.
Namun demikian, setelahnya, sekali lagi secara sepihak, tanpa melalui prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, R kemudian menerbitkan Akta No. 105 tersebut dengan merubah sendiri obyek akta tersebut, dari 3 (tiga) obyek, menjadi 2 (dua) obyek.
Setelah mengetahui adanya upaya Megawati untuk mengalihkan kepemilikan dan/atau pengelolaan dealer dan bengkel kepada HS, Slamet kemudian melayangkan keberatan kepada PT. Mitra Pinasthika Mulia. Atas hal tersebut, Megawati kemudian mengajukan Gugatan Waris terhadap Slamet dan Sri, dengan nomor perkara 225/Pdt.G/2021/PN.Byw.
"Ketika melakukan pemeriksaan berkas (inzage), kami menemukan banyak sekali bukti yang sengaja dimanipulasi oleh SJ selaku Kuasa Hukum Megawati dalam perkara tersebut, antara lain sengaja tidak melampirkan copy BPKB kendaraan milik Alm. Sutjianto secara lengkap, dan hanya melampirkan 2-3 halaman semata," ujar Rudy.
Dia menambahkan, Pengadilan Negeri Banyuwangi juga telah menjatuhkan sita jaminan terhadap tanah hak milik Alm. Sutjianto. Namun demikian, sita jaminan tidak membatasi keluar-masuk orang ke dalam tanah tersebut. Sehingga segala pemberitaan yang menyatakan seolah-olah Megawati terusir karena adanya sita jaminan tersebut adalah fitnah dan sepenuhnya tidak benar.
"Apalagi, hingga saat ini, justru Megawati yang menguasai dan memiliki kunci rumah, dealer, dan bengkel Alm. Sutjianto tersebut, dan Slamet sama sekali tidak menguasai ataupun memiliki kunci rumah, dealer, dan bengkel tersebut," pungkas Rudy.
Editor : Ali Masduki