Berdasarkan catatan IPW, PT. BEP pernah jatuh ke dalam genggaman residivis lalu terlempar kedalam pelukan Terlapor perkara pidana.
Bermula tatkala pada tanggal 13 Juli 2011, HBK, seorang mantan narapidana yang berstatus residivis, melalui Permata Resources Group mendapat fasilitas kredit dari Bank BRI Tbk sebesar US$ 17,627,937 yang kini berstatus macet kolektibilitas tingkat 5 dan/atau non-performing loan (NPL).
Penggunaannya diduga disimpangkan untuk membeli 95% saham PT. BEP. Motif HBK menguasai mayoritas PT. BEP bertujuan agar dapat membobol PT. Bank Niaga TBK sebesar USD 70 juta, dengan menjaminkan barang milik negara berupa IUP OP PT. BEP No: 540/688/IUP-OP/MB-OP/MB-PBAT/III/2010 yang dikeluarkan Bupati Kutai Kartanegara tanggal 3 Maret 2010, yang batubaranya masih ada didalam perut bumi.
Pada tahun 2012, HBK kembali membobol PT. Bank Bukopin Tbk sebesar Rp. 650 milyar. Tak lama kemudian HBK dipidana melakukan penipuan terhadap pengusaha Putra Mas Agung sebesar Usd 38,000,000,- dan Rp. 500 milyar.
Catatan kejahatan lainnya, selaku pemilik PT. Nusantara Terminal Coal, HBK tercatat hingga sekarang kurang bayar DHPB sebesar Rp. 919,144 milyar.
PNBP – Penggunaan Kawasan Hutan sebesar Rp. 21,189 milyar. Jaminan reklamasi sebesar Rp. 18,223 milyar. Iuran Tetap (dead rent) sebesar Rp. 3,9 milyar. Dan ngemplang pajak sebesar Rp. 134,334 milyar. Sehingga pada fase PT. BEP dikelola HBK telah merugikan negara dan swasta sebesar Rp. 3,166 Triliun.
Pada tahun 2016, dalam perkara penipuan No: 521/Pid.B/2016/PN.JKT.Pst jo putusan MARI No: 1442/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst , HBK divonis 4 tahun penjara.
Kemudian pada tanggal 8 Juli 2021, kembali divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara penipuan yang lain, atas laporan pengusaha Putra Mas Agung.
Editor : Ali Masduki