SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Polda Jawa Timur berhasil memulangkan enam Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jawa Timur dari Thailand. Enam orang tersebut telah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Enam korban tersebut adalah ZR, BP asal Kabupaten Jember, MNI, MTA, ARS, dan AS asal Kabupaten Banyuwangi. Di Thailand mereka dipekerjakan menjadi scammer atau penipu oleh bosnya.
Seperti diketahui, empat orang harus rela dibekuk Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur karena ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjual TKI atau PMI ke Myanmar dan diperlakukan secara tidak manusiawi.
Keempat tersangka itu ialah YS (40 tahun), warga Tempurejo, Kabupaten Jember; SK (41), warga Srono, Banyuwangi; F (41), warga Sukadana, Lampung; dan RT (38), warga Sunggal, Medan, Sumatera Utara. Mereka sebagai pencari dan penyalur PMI untuk diperkerjakan di Myanmar.
Modus penyaluran itu tidak aneh, korban di iming-imingi gaji besar dan kerja nyaman dibelakang komputer. Ternyata, janji tersebut tidak sesuai harapan, para korban di Myanmar bekerja sebagai scammer dibawah ancaman.
Kapolda Jatim, Irjen Pol Tni Hermanto dalam keterangan resminya di Mapolda Jatim, Senin (26/6/2023) malam mengatakan pengungkapan kasus itu sebagai bukti kehadiran negara dalam melindungi pekerja migran. "Bahwa kita serius menangani masalah PMI atau TPPO ini sendiri," katanya.
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim, Kombes Pol Farman, menjelaskan kasus tersebut diungkap setelah video korban meminta tolong ke Presiden Jokowi agar dipulangkan ke Indonesia dari Myanmar viral di media sosial. Istana merespons itu lalu menghubungi Hubinter Markas Besar Kepolisian RI.
Hubinter lantas menghubungi Kepala Polda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto agar mengungkap kasus itu hingga berhasil menangkap keempat tersangka. Ketujuh korban yang kabur ke Thailand kemudian dijemput dan baru tiba di Surabaya pada Senin sore. "Bapak Kapolda Jatim menugaskan kami untuk pengungkapan," katanya.
Hasil penyidikan diketahui, para tersangka melancarkan aksinya sejak 2021 hingga Juni 2023. Farman menerangkan, kasus tersebut berawal ketika tersangka F ditawari pekerjaan oleh WNA asal China, J, pada 2021. Ia ditugaskan mencari pekerja migran yang mau diberangkatkan ke Thailand dan bekerja dengan gaji Rp15 juta sampai Rp22 juta per bulan sebagai operator game online dan translater perusahaan.
Tersangka F lantas menghubungi rekannya, SK, di Banyuwangi untuk mencarikan pekerja migran. SK berhasil merayu tujuh korban. Karena iming-iming gaji gede, para korban bahkan bersedia kendati diminta membayar pengurusan berkas sebagai TKI dan akomodasi sebesar Rp17 juta sampai Rp20 juta.
Untuk memuluskan pengiriman korban ke Thailand, F dan SK menugaskan YS untuk mengurus paspor dan sertifikat bebas COVID-19 para korban. Sementara tersangka RT ditugaskan mengkondisikan petugas imigrasi agar para korban lolos terbang ke Bangkok, Thailand.
Pada Agustus 2022, tersangka SK berhasil mengirim delapan TKI asal Jawa Timur yang diberangkatkan dua tahap. Sesampai di negeri orang, para TKI itu ternyata dipekerjakan sebagai scammer, pencari klien yang akan ditipu dengan target utama orang Indonesia. Basis pekerjaan mereka di Myanmar.
Ternyata, pekerjaan dan gaji tak sesuai harapan ketujuh TKI tersebut. Di sana, mereka malah diminta bekerja bak romusa. Jika tak sesuai target, mereka disiksa secara fisik bahkan diancam akan dibunuh. Tak tahan, mereka kemudian membuat konten video dan meminta tolong ke Presiden Jokowi agar dipulangkan. "Faktanya mereka dipekerjakan sebagai agen scammer," tandas Farman.
Seperti diketahui, dalam keterangan pers rilis di Mapolda Jatim juga dihadiri oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Dalam kesempatan tersebut Gubernur Jatim mengapresiasi kerjasama Mabaes Polri terutama jajaran Polda Jatim yang telah berhasil mengungkap kasus tersebut dengan bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. "Kami sampaikan terima kasih atas perlindungan kepada warga Jawa Timur yang diberikan jajaran Polda Jatim,"katanya.
Maka itu Gubernur Jatim berharap kepada seluruh warga Jatim maupun warga Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri pastikan bahwa melakukan proses secara prosedural. Kemudian harus ada langkah preventif dari tingkat desa untuk mencegah keberangkatan PMI non prosedural. “Maka Bhabinkamtibas, Babinsa, dan Lurah menjadi bagian penting untuk memonitoring warganya yang sudah meninggalkan desa dengan waktu lama. Terutama desa-desa yang terkonfirmasi banyak mengambil pekerjaan di luar negeri,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto