get app
inews
Aa Read Next : Kemenkumham Jatim Siap Sinergi dengan Pemimpin Baru di Tingkat Pusat, Ini Ungkapan Kakanwil

Forum Wartawan Hukum Bedah Konstruksi PP Nomor 28 Tahun 2022 dari Aspek Hukum

Senin, 14 Agustus 2023 | 11:05 WIB
header img
Diskusi Publik bertema “Perlindungan Hak Warga dari Kesewenang-wenangan Negara: Membedah Konstruksi Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2022 dari Aspek Hukum”. Foto/Istimewa

MALANG, iNewsSurabaya.id - Forum Wartawan Hukum Malang menggelar Diskusi Publik bertema “Perlindungan Hak Warga Dari Kesewenang-wenangan Negara: Membedah Konstruksi  Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2022 dari Aspek Hukum”, di Malang, Jawa Timur.

Diskusi ini menghadirkan Pakar Administrasi Negara dari Universitas Brawijaya, Dr Dewi Cahyandari SH, MH dan  pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Sumali.

Dr Dewi Cahyandari SH, MH mengatakan secara ontologis pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 patut dipertanyakan

“Apakah negara bisa disamakan dengan privat dalam piutang negara sehingga bisa mencabut hak-hak keperdataan warga negara dalam hal piutang negara ?" katanya.

Menurutnya, ada lima hal yang bisa digugat dari kehadiran PP Nomor 28 Tahun 2022  ini. Misalnya, secara instrumen hukum  apakah bisa dilaksanakan, apakah secara aparatur untuk melaksanakan penyelesaian memiliki kemampuan ditengah keridakprofesionalan para aparat negara ? 

"Faktor masyarakat apakah memang siap untuk medukung pelaksanaan PP ini ? Dari budaya hukum apakah bisa mengakomodir kehadiran PP ini ?,”ungkap Dewi Cahyandari.

Sementara itu pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Sumali mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 memang memiliki banyak kecacatan. Mengapa Undang-Undang Panitya Urusan Piutang Negara Tahun 1960 baru dibuat peraturan pemerintah-nya dibuat tahun 2022 ? 

“Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 ini tidak memiliki  konsiderans secara filosofis dan sosiologis. Jangan-jangan PP ini dibuat karena pemerintah memang kekurangan akal dan kekurangan dana untuk membangun Ibu Kota Negara ? PP ini sarat dengan dengan aspek perdata dan terlalu luas dampaknya terhadap aspek-aspek layanan publik seperti pelayanan kependudukan, pencekalan, bahkan terlalu melampaui kewenenangan negara," terang Sumali yang pernah menjadi Hakim Adhoc Tipikor di Palembang dan Denpasar.

Sumali berpandangan PP No 28  Tahun 2022 sangat cacat hukum karena tidak mengandung norma. Undang-undang yang memayungi PP ini saja tidak memiliki norma. PP ini sangat cacat hukum.

Baik Dewi Cahyandari maupun Sumali menyarankan agar PP Nomor 28 Tahun 2022 dilakukan uji materi  karena peraturan ini cacat dan in just in casu PP aquo bisa dilakukan dengan pengajuan gugatan hak uji materiil ke Mahkamah Agung.

Dari beberapa pasal yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 seperti pasal 1 tentang pihak yang memperoleh hak dan kualifikasi penanggung utang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 49 Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 tentang Panitiya Urusan Piutang Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
 
Pasal 38 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengalihan Hak Secara Paksa begitu Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
 
Pasal 77 PP No. 28/2022 tentang upaya hukum  sangat “kontra” dengan  UU No 39/1999 tentang HAM yakni yang mengajukan proses hukum dan peradilan merupakan hak setiap individu dalam rangka menjamin dan mempertahankan hak-hak konstitusional.

Sebagaimana  diketahui, penegak hukum memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas penegakan hukum di sebuah negara. Di Indonesia, kinerja para penegak hukum sering kali dianggap kurang memuaskan. Berbagai kasus korupsi di tanah air, justru melibatkan kelindan hakim, jaksa, serta polisi.

Pameo hukum tajam ke bawah serta tumpul ke atas  kerap disuarakan publik yang tidak puas dengan kasus-kasus hukum yang terjadi. Ketidakpuasan masyarakat ini menjadi pertanda lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hukum yang dianggap sebagai cara untuk mencari keadilan bagi masyarakat malah memberikan rasa ketidakadilan dan mengecewakan.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut