Jelang Lengser Gubernur-Wakil Gubernur, Tingkat Pengangguran di Jatim Meningkat

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Khofifah Indar Parawansa resmi akan mengakhiri masa jabatan sebagai Gubernur Jawa Timur (Jatim) 31 Desember 2023 mendatang. Begitu juga dengan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak.
Kepastian tersebut disampaikan dalam Sidang Paripurna Pengumuman usulan Pemberhentian Gubernur dan Wagub Jatim periode 2019-2024 di Gedung DPRD Jatim, Surabaya, Senin (6/11/2023). Sebenarnya, masa jabatan Khofifah dan Emil akan berakhir pada 13 Februari 2024.
Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014, Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU menyebutkan, jabatan Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2018 menjabat hingga tahun 2023.
Khofifah - Emil sendiri dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu (13/2/2019) silam di Istana Negara. Kini, menjelang lengser dari jabatannya, Khofifah - Emil masih menyisakan "pekerjaan rumah" yang belum tuntas hingga saat ini. Salah satunya terkait pengurangan angka pengangguran.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2019 atau saat Khofifah - Emil dilantik menjadi pemimpin di Jatim, angkanya sebanyak 3,83 persen. Kemudian angka TPT tersebut naik menjadi 3,92 persen pada Agustus 2019. Februari 2020, TPT turun menjadi 3,69 persen. Lalu, pada Agustus 2020, melonjak menjadi 5,84 persen.
Selanjutnya, pada Februari 2021, TPT di Jatim turun menjadi 5,17 persen. Namun, pada Agustus 2021, TPT kembali naik menjadi 5,74 persen. Pada Februari 2022, angka TPT turun menjadi sebesar 4,81 persen. Pada Agustus 2022, kembali naik menjadi 5,49 persen. Pada Februari 2023, TPT di Jatim turun menjadi 4,33 persen. Lalu pada Agustus 2023, naik menjadi 4,88 persen.
Jika bandingkan secara tahunan, pada Februari 2019, TPT di Jatim sebesar 3,83 persen, dan Februari 2020 turun menjadi 3,69 persen. Pada Februari 2021, TPT naik menjadi 5,17 persen. Angka tersebut, turun menjadi sebesar 4,81 persen pada Februari 2022. Dan pada Februari 2023, TPT di Jatim turun menjadi 4,33 persen.
Sedangkan untuk bulan Agustus 2019 sebesar 3,92 persen. Angka itu melonjak menjadi 5,84 persen pada Agustus 2020. Namun, pada Agustus 2021, TPT turun menjadi 5,74 persen. Pada Agustus 2022, kembali turun menjadi 5,49 persen. Lalu pada Agustus 2023, naik menjadi 4,88 persen. Artinya, jika dibandingkan secara lima tahunan atau selama satu periode jabatan Khofifah - Emil, angka TPT di Jatim justru mengalami kenaikan.
Saat Khofifah - Emil dilantik menjadi pemimpin di Jatim pada Februari 2019, angka TPT sebesar 3,83 persen. Lalu pada Februari 2023, naik menjadi 4,33 persen. Pada Agustus 2019, TPT Jatim sebesar 3,92 persen. Namun, pada Agustus 2023, naik diangka 4,88 persen.
Data BPS Jatim juga menyebutkan, pada Agustus 2023, TPT laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, yaitu 4,94 persen berbanding 4,80 persen. Laki-laki masih cenderung diberikan peran lebih besar sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga dibandingkan perempuan yang cenderung lebih mendapatkan peran mengurus rumah tangga.
"Meski demikian, TPT baik laki-laki maupun perempuan pada Agustus 2023 sama-sama menunjukkan penurunan dibandingkan Agustus 2022," kata Kepala BPS Jatim, Zulkipli, Selasa (7/11/2023).
TPT perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan TPT perdesaan. Pada Agustus 2023, TPT perkotaan sebesar 5,58 persen. Sedangkan TPT di daerah perdesaan sebesar 4,01 persen. Terjadi penurunan TPT perkotaan dibandingkan Agustus 2022. Sebaliknya, terjadi peningkatan TPT perdesaan pada Agustus 2023.
Naiknya TPT perdesaan dapat menjadi indikasi semakin banyaknya penduduk di wilayah perdesaan yang masuk ke pasar kerja tapi belum terserap di pasar kerja. Sebaliknya, turunnya TPT perkotaan, selain menjadi indikasi semakin berkurangnya penganggur perkotaan karena terserap di pasar kerja juga menjadi indikasi pergeseran. "Dari mereka yang sebelumnya kategori penganggur menjadi bukan angkatan kerja seiring dengan sudah berjalan normalnya kehidupan paska COVID-19," tandas Zulkipli.
Editor : Arif Ardliyanto