SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Tim Pengabdian Kepada Masyarakat dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (FH UWKS) menggelar penyuluhan hukum di Sanggar Bimbingan Sentul Madrasatul Mahmudiah Kg Chubadak Hilir, Kuala Lumpur, Malaysia.
Penyuluhan hukum yang digelar pada Rabu, 14 Juni 2023 tersebut guna membantu PMI di Malaysia beserta keluarganya dalam mengatasi permasalahan hukum. Kegiatan ini dihadiri sebanyak kurang lebih 35 peserta yang terdiri dari para Pekerja Migran Indonesia, para Relawan sanggar, dan anak-anak dari pekerja migran.
Tim Penyuluh yang hadir untuk dapat memberikan keilmuannya terdiri dari Masitha T.K., S.H.M.H.; Septiana Prameswari S.H.,M.H.; Dr. Cita Yustisia S., S.H.M.H.; Shanti Wulandari, S.H., M.Kn.; Dr. Fries Melia S., S.H., M.H.; Dr Ria Tri Vinata., S.H., LL.M.; Ardhiwinda K.P., S.H., M.H.; Desy Nurkristia Tejawati, S.H., M.Kn.; dan Dr. Peni Jati Setyowati, S.H., M.H.
Salah satu tim penyuluh, Dr. Ria Tri Vinata mengungkapkan, ada dua permasalahan yang dihadapi oleh mitra pengabdian kepada masyarakat. Yakni minimnya kesadaran hukum atau awareness atas perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia.
"Permasalahan kedua adalah minimnya pengetahuan hukum terutama berkaitan dengan kontrak kerja antara pekerja migran Indonesia dengan agen yang membawa mereka ke Malaysia maupun perusahaan atau majikannya," terangnya.
Wakil Dekan I Bidang Akademik FH UWKS ini bilang, melihat pada permasalahan yang dihadapi mitra, maka metode pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat dilakukan dengan dua metode. Yaitu penyuluhan hukum berkaitan dengan perlindungan hukum pekerja migran Indonesia di Malaysia beserta anak-anak yang berstatus stateless, dan Konsultasi hukum dengan tim penyuluh terkait permasalahan hukum yang sedang dihadapi mitra.
Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat diharapkan para pekerja migran memperoleh pengetahuan untuk penyelesaian permasalahan hukum yang sedang dihadapi olehnya maupun anaknya.
Tidak hanya itu, tim pengabdian kepada masyarakat mencoba untuk menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap anak-anak para pekerja migran Indonesia di Malaysia dengan cara menunjukkan, memberi materi, dan berdiskusi mengenai Indonesia sebagai negara kepulauan.
Sebagaimana diketahui, Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau yang lebih dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan warga negara Indonesia yang bekerja di luar wilayah Indonesia.
Malaysia merupakan negara yang menjadi tujuan banyak pekerja migran Indonesia. Pekerja migran Indonesia yang berada di Malaysia tidak jarang mengalami permasalahan hukum seperti kekerasan, perbudakan, human trafficking, pelecehan seksual, dan lain-lain.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah PMI saat ini adalah sebanyak 15.641 pekerja migran. Dari jumlah tersebut terdapat lima negara dengan jumlah PMI terbanyak yakni Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan Inggris.
Data yang dirilis menunjukkan untuk tingkat pengaduan pekerja migran Indonesia sampai dengan bulan Juni 2022, negara penempatan dengan jumlah pengaduan tertinggi yaitu Malaysia dengan 293 pengaduan, Saudi Arabia dengan 201 pengaduan, Taiwan dengan 94 pengaduan dan UAE dengan 53 pengaduan.
Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (PERTIMIG) mencatat bahwa permasalahan hukum yang paling banyak dialami oleh pekerja migran Indonesia adalah gaji yang tidak dibayar.
Permasalahan hukum yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia di Malaysia ini disebabkan oleh berbagai macam hal, diantaranya adalah para pekerja migran bekerja di Malaysia dengan cara dan dokumen yang illegal.
Di sisi lain, Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di Malaysia dengan cara dan dokumen yang legal pun juga tidak luput dari permasalahan hukum. Sebagian besar penyebab mengapa pekerja migran Indonesia di Malaysia mengalami permasalahan hukum yakni karena Malaysia masih menggunakan System Maid Online (SMO).
Sistem tersebut membuat pekerja migran Indonesia masuk ke Malaysia dengan menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja saat direkrut.
Pekerja migran Indonesia yang bekerja tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja, tidak ada kejelasan mengenai gajinya berapa, majikannya siapa, juga tidak ada kejelasan tentang fasilitas, hak dan perlindungan yang mereka dapatkan.
Tidak sedikit para pekerja migran Indonesia merasa ketakutan untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang di Malaysia terkait permasalahan hukum yang sedang dihadapi.
Ketakutan ini disebabkan karena pekerja migra tersebut masuk ke wilayah Malaysia secara illegal sehingga timbul rasa ketakutan untuk melaporkan atas kerugian atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.
Editor : Ali Masduki