Dia juga mengomentari mengenai adanya desakan agar DPR segera melakukan impeachment kepada Presiden Jokowi dari sejumlah pegiat hukum dan aktivis. Dia berharap, jangan sampai impeachment menjadi tradisi politik di Indonesia, karena dampaknya yang sangat buruk dan menciptakan ketidakpastian.
“Harus ada mekanisme etis yang memungkinkan pelaku yang akan kena impeach mengundurkan diri, seperti pengalaman Presiden Nixon di AS yang tersangkut skandal Watergate. Belum sampai diimpeach, Nixon mundur di 8 Agustus 1974, sehingga memberi pelajaran moral bahwa, berpolitik itu tanggung jawab moral sangat penting. Lebih baik mundur daripada dimundurkan,” jelasnya.
Alumni Fisipol UGM ini mengatakan, Nixon mundur setelah skandalnya dibongkar media, The Washington Post. Dua orang wartawan muda Carl Benstein dan Bob Woodward membongkar kecurangan dan korupsi all the president men, sehingga Nixon mengundurkan diri.
“Pelajaran yang terjadi di Amerika Serikat ini bisa dipetik untuk Indonesia. Jika benar ada pelanggaran yang dilakukan presiden. Jadi aktor politik yang membuat presiden mundur adalah media, kongres atau DPR dan kekuatan Yudikatif. Indonesia bisa juga melakukan ini karena aturan tata caranya juga dimungkinkan,” katanya.
Dia berpesan agar impeachment jangan sampai menjadi tradisi politik. Tanggung jawab moral yang semestinya didorong supaya menjadi pedoman bagi elite agar bertanggungjawab secara gentlemen.
Masyarakat, kata Henri, semestinya mendorong Jokowi agar mempunyai tanggung jawab moral. Jokowi, menurutnya mengundurkan diri seperti yang dilakukan Presiden Nixon agar penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan presiden 2024 bisa lebih dipercaya.
“Persoalannya Jokowi punya tanggung jawab moral nggak? Bisa nggak dia gentlemen seperti Richard Nixon. Mundur daripada dimundurkan merupakan pilihan yang lebih memalukan. Biar pemilu berjalan terus tanpa Jokowi, dan Prof Ma’ruf Amin yang meneruskan sampai selesai periode ini,” imbuhnya.
Editor : Arif Ardliyanto