Menurutnya, pengajaran di luar negeri memerlukan dedikasi tinggi, dan kebanyakan yang mendapat kesempatan tersebut adalah mereka yang telah diakui secara global, seperti pemenang Nobel.
Meskipun menghadapi perbedaan budaya, Syafiuddin optimistis dapat mengatasi kendala bahasa karena kemampuan berbahasa Inggris mereka di atas rata-rata. "Mungkin hanya perbedaan budaya saja yang menjadi tantangan," tambahnya.
Berbagi tips untuk para dosen yang bercita-cita mengajar di luar negeri, Syafiuddin menekankan pentingnya fokus pada kualitas riset dan karya tanpa mengharapkan penghargaan.
"Para peraih Nobel tidak pernah berharap diberikan Nobel karena mereka hanya melakukan riset dengan serius dan diuji oleh para saintis dari seluruh dunia," ungkapnya.
Bagi Syafiuddin, penghargaan hanyalah bonus dari dedikasi dan kerja keras yang dilakukan. Dalam konteks pencapaiannya sebagai salah satu dari 2% scientists dunia, Syafiuddin menyampaikan bahwa jumlah publikasi penelitian yang berkualitas dan manfaatnya bagi ilmu pengetahuan menjadi kriteria penting.
"Jumlah banyak dan harus menjadi rujukan dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, itu pentingnya," katanya.
Dengan penghargaan ini, Syafiuddin ingin memberikan motivasi kepada para dosen dan peneliti di Indonesia untuk bekerja sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Melaksanakan secara sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan adalah kuncinya," ungkapnya.
Ia juga menekankan, prestasinya sebagai Distinguished Adjunct Professor di institusi bergengsi adalah bukti kesejatian dan pengakuan dunia pada Unusa.
Syafiuddin berbagi pesan kepada PTNU bahwa NU sekarang telah memiliki kampus terbaik dengan pakar-pakar yang diakui dunia yang ada di Unusa.
"Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah menitipkan putra-putrinya untuk kuliah di Unusa. Prestasi ini diharapkan menjadi momentum bagi PTNU untuk terus berkontribusi dalam dunia pendidikan dan penelitian global," tutupnya.
Editor : Ali Masduki