Jika kita perhatikan momen terbitnya Kitab Kidung Sunda dan Pararaton yaitu sekitar tahun 1920-an maka timbul kecurigaan bahwa kitab ini sengaja ditulis sebagai propaganda untuk membangkitkan sentimen antar suku yang bertujuan untuk mengacaukan momen Sumpah Pemuda Tahun 1928.
Andai saja naskah asli dapat ditemukan maka tentu dapat dilakukan uji orisinilitas melalui uji Radiocarbon umur kertas. Namun faktanya hingga kini naskah asli kedua kitab itu tidak pernah ditemukan.
Menurut KH. Agus Sunyoto, M.Pd, seorang penulis, sejarawan dan salah satu tokoh Nahdlatul Ulama yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia PBNU (LASBUMI) Perang Bubat itu hasil kreasi Penjajah Belanda yang telah melekat pada persepsi banyak orang.
Sebagian besar ceritanya berasal dari Pararaton, Kidung Sunda serta histografi jenis babad. Namun sejatinya dokumen sejarah yang nyata tidak ada. Bahkan dikroscek di perpustakaan di Leiden Belanda, cerita Perang Bubat sebagai bagian sejarah tidak ditemukan.
Kitab Pararaton sendiri sebenarnya merupakan sebuah naskah cukup singkat karena kitabnya para raja Jawa ini hanya berisi sekitar 32 halaman saja yang ukurannya seukuran folio dan terdiri atas 1126 baris.
Kitab ini juga dikenal dengan nama Pustaka Raja yang didalam Bahasa Sansekerta juga berarti kitab para raja. Kitab ini cukup detail menjelaskan tentang para raja akan tetapi tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa orang yang menjadi penulis kitab Pararaton ini.
Dengan demikian sejarahwan kesulitan melacak siapa yang menulis Pararaton. Bahkan isinya berkisah mistis mitologis sampai ke nenek moyang Majapahit yang diarahkan ke Ken Arok, penjahat yang bisa menjadi raja setelah Revolusi Keris Empu Gandring, yang juga dahsyat cerita mistisnya. Kisah Perang Bubat sendiri hanya ada di Pararaton ini. Sedangkan dilacak di literatur lain tidak ditemukan.
Editor : Ali Masduki