RAJA AMPAT, iNews.id - Masyarakat Kampung Meos Arar memiliki impian mulia. Meskipun kehidupan mereka jauh dari hiruk pikuk dan fasilitas yang memadai, namun masyarakat tidak ingin generasi selanjutnya terbelakang.
Kampung Meos Arar merupakan pemekaran dari Kampung Meos Manggara. Salah satu kampung di Distrik Waigeo Barat, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sebagai kampung persiapan, Meos Arar belum memiliki fasilitas umum seperti kampung mapan lainnya. Tidak ada Puskesmas untuk berobat masyarakat. Bahkan untuk sekolah, anak-anak Meos Arar harus menyeberangi laut ke kampung Meos Manggara.
Eklis Mamrasa, salah satu warga Meos Arar menuturkan, masyarakat Meos Arar memiliki impian besar yang terus tertunda. Impian tersebut adalah memiliki taman baca untuk anak-anak agar tidak tertinggal.
Ia mengatakan, masyarakat secara swadaya sudah pernah membangun taman baca. Hanya saja, ditengah proses pembangunan terpaksa harus dihentikan lantaran kehabisan material.
"Masyarakat gotong royong membangun pertama di Dermaga, tapi tidak jadi karena kehabisan bahan. Kemudian bangun lagi di lokasi lain, namun lagi-lagi kebabisan bahan," katanya kepada iNewsSurabaya.id, saat ditemui di Kampung Persiapan Meos Arar, Distrik Waigeo Barat, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat, Minggu (23/01/2022).
BACA JUGA:
Menengok Kehidupan di Kampung Persiapan Meos Arar Raja Ampat
Meski dua kali gagal mendirikan taman baca, masyarakat Meos Arar tidak menyerah. Kini mereka kembali gotong-royong mendirikan taman baca. Tepatnya didepan Gereja yang juga dibangun atas swadaya masyarakat.
Bangunan taman baca itu saat ini masih dalam proses pengerjaan. Meski belum berdiri sempurna, namun bangunan sudah terlihat. Tembok dan tiang penyangga atap sudah terpasang sebagian.
Eklis menyebut, proses pembangunan bisa berjalan karena material dibantu oleh salah satu anggota DPR yang berasal dari dapil setempat.
"Saya sendiri yang bangun pondasi. Itu saya kerjakan tanpa bayaran, tapi material dibantu sama pak eli. Untuk material lokal masyarakat swadaya," terangnya.
Anak-anak Kampung Meos Arar. (Foto: Ali Masduki)
Menurutnya, keberadaan taman baca ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Selama ini, kata Eklis, untuk sekolah anak-anak Meos Arar harus pulang pergi ke Meos Manggara. Hal itu sangat menguras tenaga dan waktu, bahkan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Artinya orangtuanya harus ada disini, terus anak kecil bisa disana. Otomatis dia punya kebutuhan untuk makan minum. Kalau tanda orangtua kandung berarti dia tidak terlalu fokus dengan itu," ungkapnya.
"Kami punya anak-anak disini pingin sekolah di Meos Arar," lanjutnya.
Nantinya, jika taman baca sudah jadi maka dimanfaatkan sebagai tempat belajar mengajar. Utamanya anak kelas 1 dan 2 bisa melaksanakan belajar mengajar di taman baca yang ada di kampung sendiri.
Untuk pengajar, di Meos Arar sudah ada dua orang sarjana pendidikan. Keduanya rela mengabdikan diri tanpa dibayar sepeserpun.
Pria lulusan Sekolah Dasar (SD) ini berharap, ada dermawan lain yang mau berinvestasi sosial untuk taman baca. Masyarakat masih membutuhkan sejumlah material seperti semen, atap, jendela, plafon dan keramik.
Selain itu, fasilitas sekolah seperti meja, alat tulis dan buku juga sangat dibutuhkan. "Sekarang ini masih kosong, belum ada apa-apanya," kata Eklis.
Editor : Ali Masduki