SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pakar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga, Hadi Subhan menilai permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) crazy rich asal Surabaya Budi Said kepada PT Antam berkaitan dengan sisa emas sebanyak 1,1 ton kurang tepat. Ada dua alasan Hadi terkait hal tersebut.
“Antam ini BUMN atau anak BUMN, yang dalam kepailitan berlaku ketentuan khusus, tidak sembarang bisa ajukan PKPU terhadap BUMN atau anak BUMN, hanya otoritas tertentu karena terkait hajat hidup atau kepentingan umum, ini yang harus digarisbawahi,” ujar Hadi ketika dikonfirmasi.
Berbeda dengan perkara perdata umum yang bisa menggugat siapapun termasuk pemerintah, untuk perkara Kepailitan yang terkait dengan BUMN ada ketentuan khusus. Seperti pengajuan PKPU itu sendiri hanya boleh dilakukan pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan.
“Kalau itu terkait dengan BUMN hanya menteri keuangan yang memiliki legal standing, intinya harus pemerintah sendiri yang melakukan itu, bukan pihak lain. Itu pertama kalau soal entitasnya itu,” terangnya.
Alasan kedua untuk dasar utangnya harus jelas, dan tidak boleh kasat mata. Apalagi ada beberapa putusan pengadilan lain yang berkaitan dengan perkara ini sehinga harusnya tidak masuk terlebih dahulu dalam instrumen kepailitan.
“Yang kedua untuk masuk pailit dan PKPU dasar utangnya itu tidak boleh dispute, atau prima facie, kasat mata, terang benderang. kalau dalam kasus ini meskipun ada putusan pengadilan tapi ada putusan pengadilan lain terkait masalah ini, masih ruwet, jadi mestinya tidak masuk dalam instrumen kepailitan atau PKPU ini,” tuturnya.
Selain itu, akibat dari PKPU ini tidak sembarangan karena juga berpengaruh pada kreditor lain. Terlebih lagi, yang digugat PKPU ini adalah PT Antam yang notabene BUMN atau anak perusahaan BUMN.
“PKPU ini akibatnya kan luar biasa ya menyangkut semua harta, semua kreditor dan lain-lain dalam beberapa hal PKPU bisa berujung pada pailit,” jelasnya.
PT Antam sendiri menegaskan bahwa permohonan PKPU Budi Said dalam transaksi pembelian emas tidak mengganggu kinerja keuangan Perseroan. Melalui kuasa hukum PT Antam, Fernandes Raja Saor mengatakan bahwa saat ini solvabilitas dan likuiditas PT Antam dalam kondisi sehat. Hal ini tercermin dari pembayaran pinjaman dan utang usaha kepada kreditor perbankan yang tetap berjalan lancar.
Apalagi, lanjut Fernandes, PT Antam sudah mencadangkan kasus Budi Said dalam bentuk provisi sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan Perseroan. Ia menegaskan bahwa kasus Budi Said ini tidak mengganggu kapabilitas PT Antam dalam membayar dan menyediakan perdagangan emas.
Bukan kali ini saja Antam pernah digugat untuk bertanggungjawab atas ulah yang dilakukan oknum tertentu yang mengatasnamakan perusahaan tersebut. Kasus serupa pernah terjadi pada Dalam putusan Nomor 1289 PK/PDT/2023 tertanggal 14 Desember 2023.
Mahkamah Agung memenangkan Antam atas sengketa 43 kg emas batangan melawan Adiyanto Wiranata dalam tingkat Peninjauan Kembali (PK). Atas putusan ini, Antam melalui kuasa hukumnya Andi F Simangungsong menyatakan apresiasi terhadap MA. “Kita bersyukur di kasus ini Antam dimenangkan, terbukti transaksi emas telah dipenuhi Antam,” katanya, Jumat (5/1/2023).
Lebih lanjut, Andi menegaskan putusan ini bisa jadi preseden untuk kasus-kasus serupa lainnya terkait sengketa pembelian emas Antam di Surabaya. Dalam hal ini, sengketa 1,1 ton emas batangan dengan Budi Said.
Dengan adanya putusan ini makin menegaskan posisi bahwa dalam perkara-perkara yang hampir serupa, hanya perkara Budi Said saja yang dikabulkan oleh majelis hakim tingkat peninjauan kembali.
“Kita berharap hakim di segala tingkat yang menangangi perkara pembelian emas Antam di Surabaya dalam berbagai putusan memenangkan Antam,” katanya.
Mengingat kedua kasus ini melibatkan marketing freelance Eksi Anggraeni yang mempromosikan emas Antam. Sebagaimana putusan No 2658/Pid.B/2019/PN.Sby dengan para terdakwa mantan pegawai Antam yang diputus terbukti melakukan penipuan.
Adanya fakta hukum bahwa Eksi Anggraini melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Dengan rangkaian kata-kata bohong untuk menggerakkan orang lain. Pada kasus ini transaksi emas dengan harga diskon di Antam cabang Surabaya.
Dalam transaksi ini, Eksi meminta fee atau komisi sejumlah Rp 10 juta per kg (Adiyanto dan Budi Said funder yang memberikan fee) atas harga diskon yang sangat tidak wajar (bahkan jauh dibawah harga beli kembali ANTAM).
Kasus Adiyanto Wiranata bermula saat dirinya membeli sejumlah emas batangan senilai Rp 27 miliar pada Oktober 2018, tetapi emas tidak dikirimkan meski uang telah ditransfer. Terdiri dari 43 batang emas seberat 43 kilogram, sebatang emas seberat 250 gram, sebatang emas 100 gram, sebatang emas 25 gram, dan sebatang lagi emas seberat 10 gram.
Adiyanto tertarik membeli emas setelah bertemu marketing freelance, Eksi Anggraeni yang mempromosikan emas Antam. Eksi selanjutnya mempertemukan Adiyanto dengan pegawai Antam.
Hingga akhirnya Adiyanto menempuh upaya hukum, melalui gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan hingga tingkat Pengadilan Tinggi dimenangkannya. Tak mau menyerah, Antam mengajukan kasasi dan dikabulkan oleh MA. Perkara kasasi Nomor 1731 K/PDT/2021 itu diketok Yakup Ginting dengan anggota Dwi Sugiarto dan Yunus Wahab
"Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT Antam Tbk tersebut. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 415/PDT/2020/PT SBY., tanggal 24 Agustus 2020 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 910/Pdt.G/2019/PN Sby., tanggal 1 April 2020. Mengadili sendiri. Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya. Dalam Pokok Perkara. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya," demikian bunyi putusan kasasi sebagaimana dikutip dari website MA.
Editor : Arif Ardliyanto