Berdasarkan data CDC hingga Februari 2020 ada sebanyak 2.800 pengguna vape yang harus dirawat di rumah sakit karena EVALI (e-cigarette or vaping used-associated lung injury). Sebagian besar penderitanya merupakan kalangan anak usia muda.
EVALI tersebut merupakan penyakitanyang berkaitan dengan vitamin E asetat, yaitu bahan tambahan pada beberapa produk vape.
Selain EVALI, Profesor Zubairi pun menyebut bahwa ada beberapa efek lainnya yang dapat timbul yaitu popcorn lung atau bronchiolitis obliterans (BO), vaping-related lipoid pneumonia, paru-paru kolaps, risiko kanker, ledakan dan luka bakar saat isi ulang perangkat.
“Itulah mengapa vape dilarang WHO, dan sejumlah negara membuat aturan larangan penggunaan vape, bahkan hingga menaikkan pajak dan harganya,” ucap Profesor Zubairi.
Sementara Pakar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga, dr Arief Bakhtiar SpP(K) FAPSR turut buka suara. Ia menyetujui atas pernyataan WHO untuk melarang penggunaan rokok perasa atau vape.
Dokter Arief mengatakan, awal mula vape diciptakan memang sebagai pengganti rokok konvensional. Ia menambahkan, meski dianggap lebih aman daripada rokok konvensional, nyatanya sama sama menimbulkan dampak kerusakan dan peradangan pada paru-paru
“Meskipun bergantinya asap ke uap dinilai lebih aman, namun organ paru-paru tidak dapat toleransi akan hal tersebut. Lama kelamaan juga akan menimbulkan kerusakan bagi tubuh manusia,” ujarnya.
Alumnus FK UNAIR itu menyebut, belum adanya penelitian mendalam mengenai dampak vape. Namun, telah dilakukan penelitian dan riset kecil-kecilan di Indonesia terkait dampak vape bagi organ paru-paru.
Penelitian tersebut menggunakan tikus sebagai media untuk membuktikan dampak asap rokok konvensional dan asap vape. Keduanya menunjukkan bahwa sama-sama menimbulkan kerusakan dan peradangan pada paru-paru tikus.
“Meskipun belum ada penelitian yang mendalam, ada baiknya kita untuk mengurangi penggunaan rokok konvensional maupun vape. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati,” imbaunya.
Dr Arief menjelaskan, penggunaan vape menimbulkan kecanduan yang lebih tinggi daripada rokok konvensional. Pasalnya,vape menggunakan perasa yang menimbulkan rasa nikmat dan kecanduan bagi sang pengguna.
Editor : Ali Masduki