SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Sembilan narapidana kasus terorisme di Lapas I Surabaya meneguhkan kesetiaan mereka pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sumpah setia NKRI ini dilakukan dalam sebuah acara saktal di Aula MD Arifin.
Keberhasilan membawa napi teroris ke pangkuan ibu Pertiwi karena ada Kolaborasi yang melibatkan eks warga binaan terorisme. Kolaborasi tersebut menjadi kunci sukses, diantara pihak yang terlibat aktif adalah Kadiv Pemasyarakatan Asep Sutandar dan perwakilan dari BNPT serta Densus 88 AT POLRI yang ikut menyaksikan pengucapan ikrar tersebut.
"Keberhasilan pembinaan narapidana ini adalah hasil kerja keras Lapas Kelas I Surabaya dan stakeholder terkait," ungkap Asep.
Menurut Asep, Lapas I Surabaya berhasil melakukan deradikalisasi dalam waktu yang singkat. Hanya sekitar 40 hari sejak lapas yang dipimpin Jayanta itu menerima pelimpahan dari Rutan Cikeas, Depok pada 6 Desember 2023 lalu.
"Hal ini tentu menjadi capaian yang baik, membuktikan bahwa Lapas I Surabaya masih menjadi salah satu lapas dengan program deradikalisasi yang terbaik di Indonesia," puji Asep.
Asep berharap agar pengucapan ikrar setia kepada NKRI itu tidak hanya formalitas semata.
"Tetapi ikrar ini benar-benar membuktikan perbuatan dan tingkah laku kita sesuai dengan ideologi NKRI, yaitu Pancasila," tuturnya.
Selain itu, lanjut Asep, ikrar ini sebagai langkah penting dalam upaya membangun narapidana sebagai anggota masyarakat yang bermakna dan positif.
"Tujuan-tujuan ini mendukung visi rehabilitasi dan reintegrasi yang holistik di dalam sistem pemasyarakatan," jelasnya.
Sementara itu, Kalapas Surabaya Jayanta mengapresiasi stakeholder yang terlibat. Dia memberikan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada seluruh jajarannya beserta instansi BNPT, POLRI, TNI dan Pemerintah Daerah Sidoarjo yang telah bersinergi dalam pelaksanaan program deradikalisasi di Lapas Kelas I Surabaya.
"Termasuk juga eks warga binaan kami yang tergabung dalam Lingkar Perdamaian yang selalu aktif menyuntikkan semangat dan dukungan moral selama proses pembinaan," terangnya.
Dia menjelaskan, bahwa ikrar setia NKRI bukan akhir dari proses deradikalisasi. Melainkan masih ada perjalanan panjang untuk menghasilkan kontra narasi dari kelompok teroris yang masih aktif.
"Masih ada program pembinaan lanjutan untuk memastikan narapidana teroris benar-benar telah menunjukkan perubahan perilaku," terangnya.
Jayanta mengungkapkan bahwa selama ini pihaknya memberikan pembinaan khusus kepada napiter. Kolaborasi juga dijalin dengan stakeholder terkait. Sehingga, pembinaan bisa maksimal.
"Alhamdulillah, dalam membina napiter perjalananannya relatif lancar dan keduanya juga koperatif," ujarnya.
Narapidana Teroris Surabaya Ucapkan Ikrar Setia. Foto iNewsSurabaya/ist
Jayanta mengakui bahwa dukungan rekan sejawat mantan napiter yang sudah bebas juga bisa mempercepat dan semakin memantapkan keyakinan kedua napiter. Sehingga, bisa membantu pihaknya melakukan pembinaan secara optimal.
"Ini jadi salah satu bentuk kolaborasi kami dengan pihak eksternal untuk mengoptimalkan tugas dan fungsi," terangnya.
Perlu diketahui bahwa Kesembilan narapidana teroris yang mengucapkan ikrar setia kepada NKRI itu adalah:
1. AS (Pidana 5 Tahun, Denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan, mantan Jamaa’h Islamiyah Medan)
2. AR (Pidana 15 Tahun, mantan Jamaa’h Islamiyah)
3. ES (Pidana 4 Tahun, mantan Jamaa’h Islamiyah Medan)
4. F (Pidana 3 Tahun, mantan Jamaa’h Ansharut Daulah (JAD) Makassar )
5. GS (Pidana 3 Tahun 6 bulan, mantan Jamaa’h Islamiyah Medan)
6. H (Pidana 4 Tahun, mantan Jamaa’h Ansharut Daulah (JAD) Makssar)
7. MF (Pidana 6 Tahun 6 bulan, Denda Rp. 50 juta subsider 3 bulan kurungan, mantan Mujadidin Indonesia Timur (MIT))
8. MIG (Pidana 3 Tahun, mantan Jama’ah Ansharut Daulah (JAD) Poso)
9. ST (Pidana 5 Tahun, Denda Rp.100 juta subsider 3 bulan kurungan mantan Jamaa’h Islamiyah Medan)
AS berterima kasih atas dukungan yang telah ditunjukkan pihak-pihak yang selama ini aktif untuk memantapkan hatinya.
"Pihak lapas dan para mantan warga binaan selalu mendukung kami selama sekitar sebulan lebih di Porong (Lapas Surabaya, red)," terang AS.
Editor : Arif Ardliyanto