Pasca reformasi politik tahun 1998, ruang-ruang publik di perkotaan tidak lagi di desain dengan sekedar memperhatikan pendekatan estetis, namun sudah tumbuh kesadaran pada arti penting fungsi sosialnya.
Pemerintah kota Surabaya pun cukup aktif merespon kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap fungsi sosial ruang-ruang terbuka di perkotaan, khususnya masyarakat yang tinggal di permukiman padat. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian masyarakat kota Surabaya tinggal di kampung-kampung kota yang padat dan memiliki keterbatasan untuk mengakses ruang-ruang publik di lingkungannya.
Oleh karenanya, pembangunan ruang-ruang terbuka dengan beragam fasilitas permainan atau pun olahraga yang sifatnya rekreatif banyak dilakukan. Namun, pembangunan ruang-ruang publik di perkotaan nampaknya belum maksimal menjawab kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Permasalahan pertama, ruang-ruang publik yang dikembangkan pemerintah kota memanfaatkan ruang-ruang terbuka hijau atau lahan terbuka milik pemerintah yang umumnya berada di pusat kota. Sebagian diantaranya berada jauh dari permukiman, sehingga masalah aksesibilitas kembali menjadi kendala.
Ruang publik tidak serta merta dapat memfasilitas aktifitas social masyarakat sehari-hari. Ruang publik yang jauh dari permukiman juga menimbulkan masalah social baru. Minimnya control dari masyarakat membuat ruang-ruang publik formal seringkali disalahgunakan. Pengawasan yang sepenuhnya mengandalkan pemerintah kota tentunya menjadi beban.
Editor : Arif Ardliyanto