SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Sidang kasus penggelapan uang senilai Rp1,7 miliar di Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) cabang Kedungdoro Surabaya dengan terdakwa Winarti kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sidang kali ini menghadirkan saksi, yakni Andries Selky Nurhamjah, mantan sopir dari bank tersebut. Saksi menyebut bahwa dirinya mendapat transferan sejumlah uang dari rekening terdakwa sebanyak 6 kali. Total uang yang ditransfer mencapai Rp315 juta.
Kemudian uang tersebut oleh saksi cairkan secara tunai ke teller BTPN Kedungdoro. Oleh terdakwa, uang tersebut diminta ditaruh di loker milik terdakwa. “Bu Winarti memang menyuruh saya menaruh uang itu di loker dan itu dengan sepenglihatan Bu Winarti,” katanya, Selasa (19/3/2024).
Saksi juga mengatakan, sejumlah driver dan office boy BTPN Kedungdoro juga mendapat transferan dari terdakwa yang kemudian dicairkan. Saksi lantas menanyakan pada terdakwa terkait transferan uang yang cukup besar tersebut. “Bu Winarti bilang itu uang dagang. Dan suami Bu Winarti itu pengusaha,” terang saksi.
Hakim lantas bertanya, apakah saksi mendapat imbalan atau janji imbalan saat melakukan perintah terdakwa. Saksi lantas menjawab bahwa dirinya tidak mendapat imbalan apapun. “Yang lain juga tidak dapat komisi. Saya mau (menerima perintah) karena dia atasan saya,” tandas saksi.
Menanggapi keterangan saksi, Penasihat Hukum terdakwa, Michael SH MH CLA CTL CCL menyebut, keterangan saksi yang dihadirkan jaksa ini justru meringankan terdakwa. Pasalnya, saksi tidak dapat membuktikan dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa. “Ini adalah perkara perdata yang digiring ke pidana,” katanya.
Diketahui berdasarkan surat dakwaan JPU, Fukon Adhi Nugroho menyebutkan, kasus ini berawal dari Winarti selaku pegawai BTPN KCP Kedungdoro menjabat sebagai Branch Service Manager (BSM) WMB BTPN KCP Sinaya Kedungdoro.
Dalam melaksanakan tugasnya, terdakwa diduga melakukan tindakan yang seolah-olah memastikan mengikuti langkah-langkah prosedur yang berlaku dalam menjalankan usaha bank. Namun data dan atau dokumen yang digunakan tidak valid atau fiktif atau tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
Saat serah terima tugas dan tanggungjawab sebagai BSM dari terdakwa kepada saksi Nesya Larasati Prida Putri, saksi Nesya Larasati Prida Putri menemukan adanya ketidaksesuaian antara fisik uang yang ada pada brankas BTPN KCP Sinaya Kedungdoro dengan sistem pada bank BTPN (FES). Dimana dalam sistem FES tertanggal 12 April 2023 jumlah kas besar BTPN KCP Sinaya Kedungdoro adalah Rp2,01 miliar, tetapi jumlah fisik uang dalam brankas tidak sejumlah itu.
Disisi lain, terdakwa mencetak dan menandatangani Laporan Harian Kas Besar BTPN KCP Sinaya Kedungdoro seolah-olah jumlah total kas sebenarnya dalam sistem FES adalah Rp1,9 miliar. Rinciannya, sejumlah Rp160,72 juta dipegang oleh kasir. Sisanya berada di dalam brankas, yang berarti bahwa uang yang berada didalam brankas ruang khasanah seharusnya berjumlah Rp1,83 miliar.
Dari kegiatan surprise fisik dan cash opname diperoleh hasil bahwa ternyata uang yang berada dalam brankas hanya tersisa Rp58,9 juta dan uang sejumlah Rp160,72 juta dipegang oleh kasir. Sehingga Laporan Harian Kas Besar yang dicetak dan ditandatangani oleh terdakwa tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan mengakibatkan kerugian BTPN sejumlah Rp1,7 miliar.
Diketahui, dalam perkara ini, terdakwa dijerat Pasal 49 Ayat (1) huruf a UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 263 Ayat (1) KUHP. Jo Pasal 374 KUHP.
Editor : Arif Ardliyanto