get app
inews
Aa Text
Read Next : Rayakan 70 Tahun Diplomasi Indonesia-Finlandia, Nola Learning Center Gelar Acara JOY of LEARNING

Selamatkan Aset Negara, Ini Solusi Jitu dalam Penegakkan Hukum di Indonesia

Selasa, 26 Maret 2024 | 16:02 WIB
header img
Mahasiswa doktor, Shri Hardjuno Wiwoho, dari Universitas Airlangga, memaparkan hasil penelitiannya tentang "Prinsip Kepastian Hukum dalam Akselerasi Reformasi Hukum terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana". Foto iNewsSurabaya/ist

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Penegakan hukum terhadap kejahatan keuangan negara di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan. Salah seorang mahasiswa doktor mengusulkan solusi baru yang menjanjikan. 

Shri Hardjuno Wiwoho, dari Universitas Airlangga, memaparkan hasil penelitiannya tentang "Prinsip Kepastian Hukum dalam Akselerasi Reformasi Hukum terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana". Dalam penelitiannya, Hardjuno menyoroti kesulitan aparat penegak hukum dalam mengidentifikasi dan merebut aset hasil kejahatan, serta mengusulkan percepatan reformasi hukum untuk pengambilalihan aset tanpa proses tuntutan pidana yang rumit.

Upaya percepatan reformasi hukum tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam menyelamatkan aset negara sambil tetap mempertahankan prinsip kepastian hukum. Hardjuno juga menyoroti Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) yang telah disusun sejak tahun 2012, namun belum mengalami pembahasan oleh DPR.

Dengan merujuk pada United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003, Hardjuno menekankan pentingnya mekanisme perampasan aset tanpa melibatkan tuntutan pidana sebagai bagian dari upaya global dalam memerangi korupsi dan pencucian uang. Konsep perampasan aset tanpa pemidanaan (Non-Conviction Based Asset Forfeiture) dianggap sebagai ide restitusi kerugian negara, yang bertujuan untuk mengembalikan aset negara yang diambil secara tidak sah oleh pelaku kejahatan.

Dalam konsep ini, aset negara yang diperoleh secara tidak adil dapat disita dan dikembalikan kepada negara tanpa melibatkan prosedur pidana, melainkan melalui jalur hukum perdata. Pendekatan ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang kuat bagi masyarakat, sambil tetap menjaga prinsip keadilan dan pemulihan aset negara.

Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa jumlah laporan yang diterima PPATK terus meningkat jumlahnya.
Oleh karena itu, penanggulangan Tipikor memerlukan pendekatan yang extraordinary (luar biasa). 

"Kerugian negara akibat Tipikor dan pencucian uang ini sangat besar.
Salah satu cara penanganan terhadap kejahatan tersebut adalah melakukan perampasan aset untuk memulihkan kondisi semula," katanya. 

Saat ini jelasnya, perampasan aset telah menjadi fokus global, sesuai dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003. Masyarakat global sepakat tentang pentingnya menyita aset dari hasil kejahatan tanpa melibatkan tuntutan pidana. 

“Mekanisme perampasan aset tindak pidana dianggap sebagai norma dalam UNCAC, dengan tujuan mengoptimalkan upaya merampas aset hasil kejahatan tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana,” terangnya.

Hardjuno menegaskan konsep Perampasan Aset tanpa Pemidanaan atau yang dikenal sebagai Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture adalah ide restitusi kerugian negara.

Tujuannya adalah mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat tindak kejahatan tanpa perlu menghukum pidana terlebih dahulu terhadap pelakunya. 
Adapun kategori aset yang dapat disita menggunakan metode NCB asset forfeiture melibatkan aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana, termasuk yang telah dihibahkan atau diubah menjadi kekayaan pribadi, pihak lain, atau korporasi.

Hal ini menjadi penting karena tindak pidana dengan motif ekonomi, seperti korupsi atau pencucian uang, dapat mengakibatkan kerugian bagi negara.

Dia menguraikan konsep perampasan aset tanpa melibatkan tuntutan pidana merupakan bagian dari skema hukum yang memungkinkan aset negara yang diambil secara tidak sah oleh pelaku tindak pidana dapat disita dan dikembalikan kepada negara sebagai upaya pemulihan aset negara. 

Perampasan aset menjadi sangat penting mengingat pendekatan penegakan hukum di Indonesia yang menerapkan strategi follow the money atau penelusuran aliran dana untuk mengungkap tindak kejahatan. 
Dalam konsep kepastian hukum yang diterapkan pada perampasan aset tanpa tuntutan pidana, prinsip utamanya adalah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang memiliki hak properti (right to property) melalui mekanisme recovery asset yang dilakukan oleh negara. 

Jika aset tersebut diperoleh melalui tindakan pengayaan yang tidak adil atau unjust enrichment, negara berhak merampas aset tersebut tanpa melibatkan prosedur penuntutan dalam ranah hukum pidana. 

Sebagai gantinya, proses perampasan aset dilakukan melalui jalur hukum perdata. 
“Jadi, model perampasan aset tanpa tuntutan pidana diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat,” pungkasnya.

Dalam pemaparan ini, Hardjuno didampingi penasehat akademiknya, Prof. Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H., LL.M . Adapun tim pengujinya yaitu Prof. Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H., LL.M, Prof. Dr. Muhamad Nafik Hadi Ryandono, S.E., M.Si, Prof. Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum, Prof. Badri Munir Sukoco, S.E., MBA., Ph.D, Dr. Faizal Kurniawan, S.H., M.H., LL.M dan  Dr. Prawita Thalib,  S.H., M.H.
 
Hardjuno berharap pendekatan ini  dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara dengan lebih efisien, sambil tetap menjaga prinsip kepastian hukum.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut