GRESIK, iNewsSurabaya.id - Pusat Krisis (Puskris) Kementerian Kesehatan dan Mandalawangi Peduli menggelar program psikosial atau trauma healing di Bawean, Gresik, Jawa Timur. Kegiatan ini sebagai langkah rehabilitasi bagi korban bencana, terutama -anak-anak.
Program psikosial tersebut dilaksanakan di enam desa di Bawean. Yaitu Desa Kotakusuma dan Dekat Agung di Kecamatan Sangkapura, serta desa Kepuh Legundi, Ponggo, Klumpang Gubuk dan Grejeg di Kecamatan Tambak.
Peserta di masing-masing titik kegiatan berkisar antara 80 sampai 130 anak. Acara diawali dengan menyanyi bersama, berbagi cerita, mendongeng, berjoget, menggambar dan diakhiri dengan berdoa.
Kepala Puskris Kesehatan, Sumarjaya, menuturkan dari berbagai kejadian bencana, efek psikologis selalu ada pada anak-anak walaupun tidak terlihat secara langsung.
"Untuk mengurangi tekanan batin baik yang terlihat maupun tidak terlihat ini, kita memang perlu bergerak untuk membantu mereka. Selain menenangkan diri, juga mengedukasi apa saja yang perlu dilakukan saat terjadi bencana seperti gempa yang melanda Pulau Bawean beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Sumarjaya menambahkan, upaya mengatasi gangguan psikologis atau mental health yang biasa disebut trauma healing ini umumnya dilakukan tak lama setelah terjadi bencana.
Gangguan psikologis seperti cemas dan panik dapat muncul akibat lemahnya ketahanan mental yang dimiliki individu. Karenanya program psikososial menjadi sangat penting diadakan di lokasi bencana.
”Berbagai upaya dapat dilakukan untuk membuat anak-anak korban gempa ini kembali bersemangat menjalani hari. Puskris bekerjasama dengan gerakan Mandalawangi Peduli turun ke lapangan dengan menggelar serangkaian kegiatan agar trauma pasca bencana dapat terobati,” lanjut Sumarjaya.
Rahmi Hidayati, Ketua Mandalawangi Peduli menambahkan, dengan kegembiraan yang muncul di acara yang didukung penuh oleh PT Semen Indonesia Tbk ini, keceriaan hidup mereka dapat kembali setelah tekanan jiwa yang tinggi.
"Semoga ke depannya mereka tidak takut lagi beraktivitas secara normal walaupun tidak bisa melupakan kekhawatiran berulangnya gempa yang membuat rumah-rumah rusak bahkan ambruk,” ujarnya.
Rahmi menambahkan, sampai saat ini masih banyak masyarakat Bawean termasuk anak-anak yang takut masuk ke dalam rumah. Mereka memilih tidur di teras dan halaman rumah beralas tikar dan bertudung terpal.
Masuk ke rumah hanya untuk masak dan mandi serta buang air. Hal ini disebabkan rasa cemas yang berlebihan apabila bencana tersebut terulang kembali.
Untuk mengurangi kekhawatiran tersebut, disosialisasikan pula cara-cara melindungi diri saat gempa terjadi. Misalnya, tidak usah panik, berlindung di bawah meja, dan jauhi kaca.
Bila memungkinkan, segera lari ke luar rumah menuju lapangan terbuka. Edukasi ini penting, ujarnya, mengingat getaran akibat gempa dirasakan setiap hari dengan berbagai frekuensi.
“Trauma healing menjadi langkah rehabilitasi yang tepat bagi korban bencana untuk bisa menyembuhkan diri dari kondisi yang menyedihkan pasca bencana. Diharapkan mereka tidak lagi larut dalam kekhawatiran dan kesedihan,” ujar Rahmi seraya menjelaskan bahwa ibu-ibu yang mendampingi anak-anak di acara yang mereka gelar juga secara serius ikut mendengarkan penjelasan yang diberikan ke anak-anak.
Editor : Ali Masduki