Penelitian Rasika dkk juga mengungkapkan bahwa subkultur yang terbentuk berdasar identitas daring dapat memberikan dampak langsung dan tidak langsung kepada individu di dalam dan luar komunitas tersebut.
“Sehingga, penting untuk membatasi paparan media sosial dan sering bersosialisasi tanpa melibatkan media internet. Menurut saya, hal tersebut bisa mendefinisikan ulang arti dari bersosialisasi, tanpa harus berorientasi pada metrik engagement seperti like, follow, dan subscribe,” tutup Ruzza.
Perlu diketahui, dalam bukunya yang berjudul “Social Media and Strategic Communication Attitudes and Perceptions among College Students,” BK Lewis mengungkapkan bahwa media sosial merupakan istilah yang mengacu pada teknologi digital. Media sosial memungkinkan setiap orang untuk saling terhubung, berinteraksi, hingga mengirimkan pesan.
Ketidakbijakan dalam penggunaan teknologi juga media sosial dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah perilaku flexing.
Flexing identik dengan perilaku pamer atau menyombongkan diri, yang menurut Australian Institute of Professional Counsellors adalah “melebih-lebihkan atau membesar-besarkan sesuatu.”
Individu yang gemar pamer disebabkan karena kepercayaannya akan harta dan pencapaian yang akan membuat orang lain terkesan.
Editor : Ali Masduki