SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus berinovasi untuk memberikan ketenangan kepada nasabah perbankan di Indonesia. Terbaru, LPS memperkenalkan dua terobosan utama, dengan fokus pada percepatan proses pembayaran klaim simpanan nasabah yang terkena dampak pencabutan izin usaha bank.
Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono, mengumumkan pada Acara Temu Media di Surabaya, Senin (13/5/2024), bahwa LPS kini mampu memproses pembayaran klaim hanya dalam waktu 5 hari kerja sejak izin usaha bank dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Langkah cepat ini diambil untuk memberikan rasa tenang kepada masyarakat, khususnya nasabah BPR yang dilikuidasi," ujar Didik.
Data LPS menunjukkan tren positif dalam percepatan proses pembayaran klaim dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2021 proses tersebut memakan waktu antara 9 hingga 14 hari kerja, kini pada tahun 2024 hanya membutuhkan 5 hari kerja saja.
Didik juga menyoroti pentingnya percepatan ini bagi nasabah yang sering kali menghadapi kesulitan keuangan ketika bank mereka ditutup. "Di lapangan, kami sering menemui nasabah yang uangnya tertahan cukup lama di BPR yang mengalami kesulitan. Padahal mereka memiliki banyak kebutuhan mendesak, seperti membayar uang sekolah atau membeli bibit dan pupuk bagi petani. Kami menyadari hal ini dan berupaya semaksimal mungkin untuk mempercepat proses pembayaran klaim," tambahnya.
Dengan inovasi terbaru ini, LPS tidak hanya meningkatkan efisiensi internal, tetapi juga menegaskan komitmennya untuk memberikan perlindungan maksimal kepada nasabah dan menjamin kestabilan sistem perbankan nasional.
Berdasarkan data per 8 Mei 2024, LPS telah membayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp291 miliar milik lebih dari 48 ribu rekening nasabah bank yang dilikuidasi. Pembayaran klaim simpanan nasabah tersebut masih terus dilakukan kepada para nasabah dari 11 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang dilikuidasi LPS dalam kurun waktu 1 Januari hingga 30 April 2024.
Kemudian, terobosan kedua adalah, berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS kini dapat lebih maju ke depan dalam menangani bank sebelum kondisi bank tersebut menjadi lebih buruk. Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilans dan early involvement.
LPS sekarang memiliki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi. Opsi tersebut misalnya melakukan penempatan dana pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas atau penjualan bank atau aset-asetnya kepada investor yang berminat. Hal ini telah dipraktekkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR) misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank.
“Perubahan ini merupakan tantangan bagi kami untuk meningkatkan kapasitas pegawai LPS yang dilengkapi dengan kemampuan pemasaran dalam rangka penjualan bank atau aset-aset bank. Tentunya hal ini kami lakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik,” jelas Didik.
Editor : Arif Ardliyanto