SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kekerasan dan eksploitasi pada anak-anak marjinal banyak terjadi pada masa awal reformasi Indonesia. Permasalahan itu menjadi landasan awal Yuliati Umrah, alumni S1 Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) tahun 1999 dalam mendirikan Yayasan ALIT (Arek Lintang) Indonesia.
ALIT atau Arek Lintang Indonesia merupakan sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial dengan visi untuk mewujudkan kesetaraan bagi anak-anak dalam mendapatkan hak-haknya. Visi itu akan ALIT capai dengan meningkatkan kondisi anak-anak marjinal dan advokasi ke pemerintahan lokal maupun nasional.
ALIT Indonesia terbentuk pada 22 April 1999 di Surabaya. Perempuan asal Pamekasan itu bercerita bahwa ia memang telah memiliki ketertarikan di bidang sosial sejak bangku SMA. Selain itu, pendirian ALIT juga berbekal dari ilmu yang ia pelajari selama duduk di bangku kuliah FISIP UNAIR.
“Saya dan lima teman mendirikan ALIT karena konsistensi kami dalam upaya penanganan masalah sosial. Khususnya eksploitasi dan kekerasan pada anak-anak marjinal,” ungkap Direktur Eksekutif ALIT Indonesia itu.
Saat kuliah, Yuliati mempelajari tentang public policy di pemerintahan, termasuk teori politik dan kontrak sosial. Berawal dari situlah, muncul kesadaran Yuliati bahwa masih banyak kebijakan pemerintah yang tidak relevan khususnya dengan situasi dan kondisi anak-anak.
“Lahirnya ALIT mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih banyak mempelajari tentang isi standar hukum internasional supaya menjadi bagian dari kebijakan pemerintah,” sambung Yuliati.
Yuliati mencontohkan, banyaknya kasus putus sekolah dipengaruhi oleh banyaknya pengangguran dari lulusan pendidikan menengah bahkan tinggi. Untuk itu, ia berusaha menyuarakan pembaruan kebijakan yang lebih efektif dan relevan sehingga menimimalkan masalah putus sekolah.
“Jadi, saya mengkritisi materi kurikulum di masyarakat itu tidak relevan, terlalu banyak mengisi waktu saja, tidak langsung mendorong anak-anak memiliki perspektik yang baik,” tutur Yuliati.
Setelah 25 tahun berkontribusi, ALIT Indonesia kini memiliki delapan cabang, yakni Surabaya, Bromo, Flores, Sumenep, Bali, Lombok, Jember, dan Banyuwangi. ALIT Indonesia juga telah bekerja sama dengan berbagai lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan, baik nasional dan internasional.
“Kerja sama kita lebih banyak dengan western donor dan UN agency untuk pendanaan. Kita yang kerja sama non pendanaan ya itu terutama dengan pemerintah dan universitas salah satunya Universitas Airlangga,” tutur Yuliati.
Editor : Ali Masduki