get app
inews
Aa Text
Read Next : Untag Surabaya Jadi Tuan Rumah PHENMA 2023, Profesor Taiwan Sanjung Keramahan Arek-Arek Surabaya

Kebangkitan Rusia Dibawah Vladimir Putin, Kolega Roman Abramovich Pemilik Chelsea FC

Minggu, 27 Februari 2022 | 07:42 WIB
header img
Stabilitas Rusia tidak hanya dipengaruhi oleh masalah ekonomi akan tetapi masalah politik juga menjadi keunggulan Vladimir Putin. (Foto: Youtube)

SURABAYA, iNews.id - Runtuhnya Uni Soviet seringkali dikenang dengan masa kelam dalam sejarah Rusia.

Berbagai masalah menimpa dan menghancurkan reputasinya di kalangan internasional.

Kondisnya sudah hamper bangkrut dan rakyatnya kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, bahkan sebagian dari mereka tidak mau mempunyai anak hingga menjadikan penduduk Rusia semakin menurun.

Namun semua keburukan ini bukanlah akhir dari Rusia. Yang kini telah memiliki tokoh pemimpin baru yang bernama Vladimir Putin.

Untuk saat ini siapa yang tidak mengenalnya, akan tetapi di awal tahun 2000-an tidak banyak orang yang mengenalnya.

Sebagian orang hanya tahu bahwa Putin adalah mantan agen KGB (institusi intelijen Rusia).

Setelah Uni Soviet runtuh dia diangkat menjadi Perdana Menteri Rusia dibawah pemerintahan Boris Yeltsin.

Keluarga Vladimir Putin jauh dari kata kaya dan berkuasa. Kakeknya sempat menjadi koki dari pendiri Uni Soviet yaitu V.Lenin dan ayahnya tinggal Kota Leningrad semenjak tahun 1932.

Saat Perang Dunia ke-2 orang tuanya bertahan hidup di Kota Leningrad yang pada saat itu dikepung oleh tentara militer Jerman, hingga tentara merah berhasil membebaskan kota tersebut.

Vladimir Putin lahir pada tanggal 7 Oktober 1952, di Kota Leningrad, Uni Soviet (sekarang St.Petersburg, Rusia).

Sejak muda dia bercita-cita ingin menjadi agen KGB dan dia mengabdi di KGB selama 16 tahun.

Saat bekerja sebagai agen KGB, Putin ditempatkan di Jerman Timur. Kerjaannya berurusan keterkaitan Jerman Barat dengan Jerman Timur.

Dia melihat negaranya runtuh dan terjadi kekacauan dimana-mana sehingga hal ini sangat membekas di hatinya.

Sampai-sampai dia menyebutnya sebagai tragedi yang paling buruk dalam sejarah.

Setelah Uni Soviet runtuh dia memutuskan untuk masuk dunia politik dan menjadi murid dari Anatoly Sobchak. Politikus terkenal yang memimpin St.Petersburg.

Namun setelah tahun 1996 Anatoly Sobchak kalah dalam pilkada dan Putin memilih untuk pindah ke Moscow. Di Moscow dia bekerja diberbagai posisi termasuk Direktur FSB dan menjadi Perdana Menteri Rusia.

Saat Putin diangkat menjadi perdana menteri, ribuan pejuang dari Negara Chechnya masuk ke daerah Dagastan dan menyerang personil-personil Rusia.

Pada tahun 1999 tentara Rusia berhasil merebut Grozny dan memaksa Aslan Maskhadoz beserta rekan-rekannya pergi mengungsi.

Saat itu petinggi Chechnya menyampaikan bahwa stabilitas nasional adalah yang utama, gangguan keamanan dalam bentuk apapun termasuk pemberontakan tidak akan ditolerir.

Misi pemerintahan Putin saat bertujuan untuk menstabilan Rusia dan diawali dengan menumpas pemberontakan Chechnya serta memperbaiki sektor-sektor lainnya khususnya ekonomi dan industry.

Kebangkrutan di tahun 1998 membawa devisa Rusia hanya tersisa 12 Miliar US Dollar dan hal itu merupakan jumlah yang sangat kecil.

Indonesia saja sebelum krisis 1998 devisa negaranya adalah sebesar 20 Miliar US Dollar. Saat yang sama hutang Rusia mencapai 92 persen dari produk domestic brutonya dan pertumbuhan ekonomi selalu minus sejak bubarnya Uni Soviet.

Sebelum menjadi presiden, Putin menulis makalah ilmiah mengenai pentingnya sumber daya alam bagi pembangunan bagi negara.

Dia tahu anjloknya harga minyak di tahun 1985 adalah salah satu factor yang menghancurkan Uni Soviet. Dia mulai memperbaiki ekonomi dengan mengambil alih badan usaha milik negara khususnya perusahaan minyak.

Putin mengetahui bahwa ekonomi Rusia sangat berhubungan dengan harga minyak. Apabila harga minyak naik maka ekonomi Rusia juag akan ikut meningkat.

Ia membayar pemasukan dari minyak untuk membayar hutang-hutang Rusia. Putinpun berahsil menurunkan ratio Rusia hutang dari 92 persen menjadi tinggal 55 persen dan tahun-tahun berikutnya terus turun.

Di tahun 2019 hutang Negara Rusia sekitar 14 persen dari PDB nya. Angka ini jauh dari angka 32 persen yang merupakan angka ratio hutang PBB. Masalahnya adalah ketergantungan Rusia dengan harga minyak sangatlah tinggi.

Rusia mencari cara untuk ketergantungan ini salah satu caranya adalah setelah hutang lunas maka dana hasil penjualan minyak akan dimasukkan sebagai dana investasi negara (SWF) dan hal ini sudah mulai dilakukan sejak tahun 2019.

Penjualan minyak diatas 42 per barel telah dimasukkan sebagai dana investasi. Rusia mulai menciptakan perusahaan yang mampu bersaing di dunia seperti Jepang pada tahun 1945 hingga tahun 1990.

Langkah Rusia ini masih kurang maksimal karena sektor sumber daya alam masih mendominasi eksport dan PBD. Sektor lain seperti manufactur dan jasa dianggap kurang berkembang.

Stabilitas Rusia tidak hanya dipengaruhi oleh masalah ekonomi akan tetapi masalah politik juga menjadi keunggulan Vladimir Putin.

Pemerintahan Putin didukung oleh Rusia Bersatu yang merupakan partai penguasa. Putin sebagai sang pemimpin yang moderat, tidak memilih ideologi apapun walaupun partainya adalah konserfatif.

Dia tidak anti orang kaya dan menyita harta seperti Partai Komunis. Namun beberapa Oligarch yang melanggar dan mencampuri urusan politik maka hartanya akan disita.

Bagi yang mendukung akan diajak kerjasama dalam berbagai proyek nasional, seperti Roman Abramovich, pemilik klub sepak bola Liga Inggris yakni Chelsea FC.

Abramovich merupakan teman baik dari Vladimir Putin.

Siapa saja tahu betapa kayanya Roman Abramovich dan rakyat kecil juga mendapatkan rejekinya.

Dana pensiun, pendidikan gratis, santunan anak, sektor Kesehatan dan lain-lain sangat penting bagi mereka.

Semua program ini bukan hanya dibayar oleh negara akan tetapi juga didukung oleh Oligarchi dengan cara sukarela mau membantu program ini.

Hal ini membuat rezim Vladimir Putin menjadi kuat karena orang kaya dan miskin menjadi sama-sama diuntungkan. Jadi tidak mudah untuk mengkritik apalagi menggulingkan Vladimir Putin.

Walau teorinya pemilu dijalankan secara demokratis akan tetapi faktanya lawan-lawan politiknya ditangkap dan dipenjarakan dengan berbagai tuduhan disertai dengan media pemerintah yang dengan gencar memberitakan kejahatannya.

Pemilu, pers dan komponen demokrasi diatur oleh Putin dan diintervensi demi kestabilan.

Ahli politik di Rusia menyebutnya sebagai Imitation Democrazy.

Wajib diingat bahwa Imitation Democrazy adalah bukan sebagai kediktatoran murni masih ada pemilu, pers dan lain-lain.

Sang penguasa tidak bisa bertindak semaunya seratus persen, masih ada Batasan namun masuh fleksibel dan bisa diatur.

Rezim Vladimir Putin sangatlah rumit, terlalu mudah untuk mencapnya sebagai dictator bahkan juru selamat Rusia.

Di satu sisi prestasi ekonomi sampai di awal tahun 2020-an sangat bisa dibanggakan. Perbandingan hutang PDB turun dari 92 persen menjadi 13 persen.

Cadangan devisa meningkat spektakuler dari 12 Miliar US Dollar naik menjadi 600 Miliar US Dollar.

Sedangkan tingkat kemiskinannya turun drastis dari 30 persen turun menjadi 3 persen. Disisi lain penerapan demokrasi memang masih belum baik, oposisi dengan mudah dipenjarakan dan media didominasi oleh pemerintah.

Namun sistem politik Rusia adalah sistem yang membuat hukum fleksibel, seorang pejabat dengan mudah memperkusi tanpa melanggar hukum. Putin pun sadar hal ini mengancam masa depannya.

Negara Rusia sangat bergantung pada sosok Putin yang dianggap sebagai sang penyeimbang.

Namun perlu diingat bahwa sebuah negara tidak bisa bergantung hanya pada satu orang saja. Contonya bisa kita lihat pada negara seperti Yugoslavia, yang langsung bubar setelah wafatnya Josip Broz Tito.

Disinilah pentingnya demokrasi, yang memberikan kesempatan kepada siapapun yang mau memperbaiki kondisi negara.

Sistem Rusia saat ini hanya secara teori memberikan kesempatan namun kenyataannya demi kestabilan negara kepemimpinan hanya berada di tangan Putin.

Dalam jangka panjang sebenarnya Putin tahu betul akan hal tersebut. Apakah Putin akan bisa menyelesaikannya di masa depan?

Kita hanya bisa melihat, yang jelas pada akhirnya sejarahlah yang akan menghakimi sosok Vladimir Putin.

Sejarahlah yang berbicara bahwa Putin merupakan sosok pemimpin yang baik atau yang buruk bagi rakyatnya.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut