SURABAYA, iNews.id - Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Musta’in Mashud, angkat suara terkait pro-kontra pengeras suara di Masjid.
Ia menilai, penertiban penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala memang perlu dilakukan. Menurutnya, keberadaan Masjid dan Musala yang kian banyak di setiap daerah memungkinkan terjadi kebisingan yang dapat mengganggu kenyamanan sosial. Untuk itu, peruntukan dalam penggunaan pengeras suara luar perlu diatur.
“Coba bayangkan, jika dalam satu kampung ada 2 Masjid dan 5 Musala. Semua aktivitas ibadahnya menggunakan pengeras suara luar. Ini akan mengganggu saudara kita yang non-muslim,” tuturnya, Selasa (01/3).
Musta'in menegaskan, bahwa tidak semua kegiatan dalam Masjid dan Musala harus menggunakan pengeras suara luar. Ia mengungkapkan, hakikat penggunaan pengeras suara di Masjid adalah sebagai pengingat dan ajakan untuk beribadah (Sholat).
"Hal-hal di luar itu seperti pujian-pujian, suara Imam saat Shalat dan Tilawah Al- Qur’an cukup menggunakan pengeras suara dalam saja," tegasnya,
Selain pengaturan pengeras suara, ia juga mengingatkan akan pentingnya toleransi antar umat beragama. Meski setiap umat memiliki hak kebebasan dalam beribadah, setiap umat beragama tidak boleh melupakan hak-hak yang dimiliki oleh umat beragama lain.
"Artinya, kebebasan kita dibatasi kebebasan orang lain, apalagi kita hidup pada masyarakat yang heterogen," tandasnya.
Diketahui, Penerbitan Surat Edaran (SE) No. 05 tahun 2022 oleh Kementerian Agama (kemenag) menuai pro-kontra dari masyarakat.
Beberapa pihak menilai bahwa langkah Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas untuk mengatur pedoman dalam penggunaan pengeras suara adalah langkah yang tepat.
Hal itu dinilai sebagai bentuk toleransi umat beragama di Indonesia yang merupakan negara majemuk. Namun, beberapa juga tidak setuju lantaran dinilai terlalu ikut campur dalam urusan beragama.
Editor : Ali Masduki