get app
inews
Aa Text
Read Next : Kericuhan di Grahadi Surabaya, Ini Sosok TNI yang Jadi Kunci Surabaya Kondusif di Tengah Aksi Massa

Jenderal asal Surabaya Ini Bongkar Masa Lalu Panglima Andika Perkasa, Bikin Kaget!

Jum'at, 04 Maret 2022 | 08:00 WIB
header img
Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat buka-bukaan tentang gaya kepemimpinan Jenderal TNI Andika Perkasa

Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat buka-bukaan tentang gaya kepemimpinan Jenderal TNI Andika Perkasa. Tentara lulusan Akademi Militer 1987 tersebut mengaku pernah syok dengan perintah Andika.

Sang jenderal tersebut yakni Mayjen TNI (Purn) Widodo Iryansyah. Arek Suroboyo yang pernah menjabat Pangdam V/Brawijaya itu mengisahkan pengalamannya semasa menjadi anak buah Andika, tepatnya ketika dia menjabat sebagai Danrem 121/Alambhana Wanawai Kodam XII/Tanjungpura.

Ketika itu, atasannya langsung Mayjen TNI Andika Perkasa yang merupakan Pangdam XII/Tanjungpura. Menurut Widodo, banyak tantangan semasa bertugas di kawasan perbatasan Kalimantan. Dari sisi infrastruktur, misalnya, jauh tertinggal dibandingkan daerah tetangga alias Malaysia.

Belum lagi minimnya prajurit TNI yang merupakan putra asli daerah. Padahal, keberadaan anggota TNI ini sangat penting karena dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap daerah. Situasi inilah yang kemudian dilaporkannya kepada Jenderal Andika.

"Kami laporkan kepada beliau (Pangdam Andika) bahwa perbatasan ini apa pun harus mempunyai suatu kebanggan. Salah satunya lahir tentara-tentara dari perbatasan,” kata Widodo dalam video bertajuk 'Mantan Pangdam Ngomongin KSAD' yang diunggah akun resmi TNI AD di YouTube, dikutip Jumat (4/3/2022).

Apa reaksi Andika?

Jenderal yang mengawali karier sebagai Komandan Peleton Grup 2/Para Komando Kopassus itu segera memerintahkan agar memperbanyak kuota untuk seleksi calon anggota TNI AD dari daerah perbatasan. Andika setuju perlu banyak tentara asli putra daerah.

Persoalannya, kata Widodo, ternyata tidak mudah untuk melaksanakan. Meski kuota telah ditambah, banyak calon tak memenuhi kualifikasi karena kesehatan yang tidak standar. Hal ini sebenarnya bisa dimaklumi mengingat salah satu persoalan di daerah perbatasan yakni kurang gizi bagi anak-anak.


Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat buka-bukaan tentang gaya kepemimpinan Jenderal TNI Andika Perkasa

Berhubung prajurit dari daerah perbatasan sangat dibutuhkan, Widodo pun kembali melapor kepada Pangdam Andika. Dia menceritakan rata-rata tinggi badan calon prajurit di bawah 163 cm, syarat minimal yang biasa digunakan dalam seleksi AD.

Di sinilah kepemimpinan Andika membuktikan. Keputusan cepat diambil. Keputusan itu bahkan sampai membuat Widodo kaget, sekaligus kagum.

"Yang luar biasa dan saya kaget, petunjuk Pangdam waktu itu,'Sudah masukkan saja, yang penting dia sehat, yang penting mentalnya kuat, yang penting dia betul-betul NKRI'," kata Widodo.

Keputusan itu ampuh. Faktanya, anak-anak dari daerah perbatasan yang menjadi tentara akhirnya menumbuhkan kebanggaan bagi masyarakat. Kepala-kepala suku Dayak di perbatasan, kata Widodo, mengelu-elukan dandim atau danrem karena putra-putra terbaiknya diberikan kesempatan menjadi prajurit TNI.

Dari pengalaman itu Widodo mengakui betapa pentingnya keberanian untuk melakukan terobosan-terobosan bagi seorang pemimpin. Keputusan itu pula yang dicontohkan langsung oleh atasannya, Jenderal Andika.


Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat buka-bukaan tentang gaya kepemimpinan Jenderal TNI Andika Perkasa

Bagaimana pun, yang paling mengerti persoalan daerah tak lain putra daerah. Karena itu, Jenderal Andika juga disebutnya memberikan petunjuk agar putra daerah (perbatasan) ditugaskan di daerahnya.

"Akhirnya tentara di perbatasan ini, putra daerah, dijadikan tokoh walaupun masih muda karena dia punya kewibawaan, ilmu yang didik selama ini. Jadi ya, Jenderal Andika yang membuat terobosan seperti itu," ucap mantan Dandim 0816/Sidoarjo ini.

Dalam cerita buka-bukaan ini, Widodo juga mengisahkan betapa dia pernah menolak gagasan Jenderal Andika. Tapi, belakangan dia justru kagum dan sangat mendukungnya. Ini terkait dengan keputusan Jenderal Andika terkait banyaknya jenderal dan kolonel nonjob.

Ketika itu terdapat setidaknya 76 jenderal tanpa jabatan. Bukan hanya jenderal bintang 1 ada pula bintang 2 dan 3. Sementara kolonel ‘pengangguran’ berjumlah sekitar 450 orang. Tentu saja ini menjadi persoalan tersendiri.


Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat buka-bukaan tentang gaya kepemimpinan Jenderal TNI Andika Perkasa

Sebagai solusi, jenderal Andika yang ketika sudah menjadi KSAD mengembangkan organisasi AD (validasi organisasi). Nah, awal mula pengembangan organisasi ini yang banyak tak disetujui perwira tinggi.

Widodo pun terang-terangan ikut menentang. Dia mempertanyakan mengapa seorang pejabat di kewilayahan, misalnya, harus diisi oleh perwira bintang alias jenderal.

Ketika ditunjuk sebagai Kasahli KSAD (kini kapok sahli), Widodo berdiskusi dengan Andika. Dia mempertanyakan alasan pengembangan organisasi itu.  “Saya diskusi sama beliau. Saya tidak setuju dengan salah satu organisasi (di TNI AD), kenapa kok dikasih bintang sekian, relevansinya apa, beban tugasnya apa? Kok sampai dikasih bintang 3 (untuk menduduki jabatan itu),” kata Widodo.


Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat buka-bukaan tentang gaya kepemimpinan Jenderal TNI Andika Perkasa

Dia menceritakan, ketika itu KSAD menjelaskan panjang lebar mengenai urgensi validasi organisasi. KSAD juga memberikan wawasan luas mengenai hal tersebut. Widodo lantas menyadari ternyata semua yang dijabarkan KSAD tersebut betul.

“Bahwa betul konsep Jenderal Andika, yang jadi solusi saat ini. Dan memang bener. Contohnya saja semua danrem. Dulu hanya 10 danrem di AD yang bintang 1 (brigjen), sekarang semua korem yang posisinya di ibu kota provinsi (dijabat) bintang,” ujarnya.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut