Ia menyebutkan, bukan hanya kali ini saja, BMKG melakukan kesalahan analisa atas gejala alam yang terjadi. Contoh lainnya, yang kerap kali tidak akurat adalah ramalan cuaca.
"Bilangnya hujan, nyatanya tidak hujan. Bilangnya tidak hujan, faktanya hujan. Padahal analisa BMKG ini mempengaruhi banyak sektor, bukan hanya pariwisata. Tapi juga pertanian yang berkaitan dengan masa tanam, nelayan yang berhubungan dengan cuaca juga industri, perdagangan, dan bahkan sangat dibutuhkannya informasi pengaruh cuaca baik angin, hujan bagi dunia transportasi udara, darat maupun laut, kata Bambang Haryo.
Ia menegaskan, jika BMKG memang tidak mampu menganalisa fenomena cuaca, sebaiknya mengutip saja pernyataan dari badan pemantau cuaca milik Singapura Australia atau Amerika.
"BMKG ini anggarannya besar lho, Rp.2,769 triliun. Harusnya dengan anggaran yang seperti itu, BMKG mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat pada masyarakat. Harusnya tidak ada kesalahan dalam menganalisa data yang ada. Sehingga tidak akan mengganggu sektor pariwisata dan industri, pertanian, maupun transportasi udara, darat, dan laut," ucapnya.
"Kalau dana dan fasilitas tercukupi, seharusnya bisa memperbaiki kemampuan dan kompetensi sumber daya manusia. Jangan anggaran sudah besar, malah hasilnya tidak akurat. Padahal dulu saya yang menyampaikan keras usulan kenaikan anggaran untuk BMKG, saat saya masih di Komisi V. Kenapa? Karena pentingnya peran BMKG terhadap semua sektor mulai dari pariwisata, pertanian, nelayan/perikanan, perkebunan, perdagangan dan industri serta jutaan UMKM yang sangat menggantungkan informasi akurat cuaca dari BMKG,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto