SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pemanfaatan teknologi di tangan orang yang salah justru meningkatkan risiko penipuan. Komdigi mencatat sekitar 405.000 laporan penipuan sejak tahun 2017 hingga 2024. Di lapangan jelas angkanya lebih banyak karena pasti ada korban yang tidak melapor.
Sementara itu, hasil Survei Penetrasi Internet oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di akhir tahun 2023 lalu menunjukkan dua jenis kejahatan siber yang akan mendominasi tahun 2024. Keduanya adalah penipuan online dan pencurian data pribadi.
Modus Lama Muncul Kembali
Detektif Jubun, salah seorang detektif swasta yang populer di kalangan artis, pejabat, dan sosialita menyebutkan bahwa akar modus penipuan sama.
“Modus lama yang muncul kembali kali ini adalah file.apk lewat media sosial. Contohnya seperti WhatsApp, Telegram, hingga Instagram,” jelasnya.
Awal kemunculannya adalah mengirim teks file APK berupa undangan pernikahan. Lalu, muncul file APK lowongan pekerjaan, nomor resi paket palsu, tagihan atau invoice, foto paket, bukti transfer, hingga PPS Pemilu 2024.
“Kunci dari penipuan online ini adalah Anda menekan link atau file yang dikirimkan oleh pelaku. Lalu, mengunduh aplikasi atau masuk ke website yang muncul dan memasukkan data-data penting seperti nama, nomor rekening, nomor telepon, kode OTP, dan lainnya,” imbuh pria kelahiran 16 April 1978 ini.
Penipuan Berkedok Pihak Kepolisian dan Kantor Pajak
Jubun memaparkan bahwa saat ini para penjahat siber semakin berani. Mereka memanfaatkan nama kantor pemerintahan melalui surat pajak dan e-tilang palsu.
“Modus penipuan lewat surat pajak memanfaatkan kelengahan wajib pajak melalui surat pemberitahuan tunggakan pajak fiktif,” ungkap Jubun.
Jadi, penipu berpura-pura sebagai pegawai pajak dan mengirimkan surat pemberitahuan melalui surel atau aplikasi perpesanan lain. Lalu Anda akan dipandu untuk melunasi tunggakan dengan mentransfer sejumlah dana ke rekening pelaku.
“Untuk meminimalisir risiko penipuan ini, Anda selalu bisa crosscheck ke kantor pajak terdekat,” jelasnya.
Sementara itu, penipuan melalui e-tilang palsu mulai muncul sejak diberlakukan aktivitas tilang elektronik di berbagai wilayah.
Menurut detektif Jubun, tujuan utama kehadiran e-tilang untuk memudahkan pihak kepolisian dan pengguna kendaraan untuk meminimalisir risiko pungutan liar. E-tilang juga memudahkan Anda untuk melakukan pembayaran manual ataupun online. Sayangnya, kondisi ini menjadi celah bagi para penipu.
“Mereka berpura-pura sebagai instansi terkait dengan mengirimkan surat tilang ke korban. Untuk lebih meyakinkan, para penipu juga mencantumkan detail pelanggaran, alamat, hingga nomor telepon kantor polisi. Anda akan diarahkan untuk transfer “denda” fiktif ke rekening pelaku,” pungkasnya.
Demand Tinggi Lowongan Kerja Menjadi Celah Penipuan
Detektif Jubun menerangkan bahwa modus terbaru yakni penipuan passobis mengincar para pencari kerja.
“Alurnya, mereka menawarkan pekerjaan ringan seperti review untuk mendapat fee sekian puluh ribu. Di tahap selanjutnya fee bertambah dan Anda akan masuk ke grup kecil dengan anggota palsu. Jebakannya, anggota lain mentransfer dan Anda juga perlu transfer dana untuk mencairkan fee lebih besar tadi,” ungkapnya.
Menurut Jubun, sulitnya mencari pekerjaan membuat modus penipuan passobis berjalan mulus. Dari kisah yang dibagikan di media sosial, banyak korban yang mengalami kerugian hingga belasan dan puluhan juta.
Rayuan Manis dan Love Bombing dari Modus Penipuan Berkedok Cinta
Detektif Jubun menjelaskan bahwa kasus penipuan individu yang paling banyak ditangani timnya saat ini adalah love scam.
Ini selaras dengan kondisi timeline media sosial. Banyak pengguna yang berbagi cerita di timeline pribadi maupun komunitas yang menjadi korban modus penipuan berkedok cinta.
“Penipuan dengan metode love scam membuat lawannya jatuh cinta kemudian mengeruk uangnya. Ini yang sedang trend sekarang,” ungkap Jubun.
Alurnya, pelaku dan korban berinteraksi melalui aplikasi Tinder hingga Bumble, sebelum akhirnya bertemu di dunia nyata. Love bombing dari para oknum penipu ini membuat calon korban rela mentransfer dana jutaan. Bahkan, ada beberapa kasus identitas korban dipakai untuk pinjaman online.
Penipuan Jual Beli dan E-Commerce
Detektif Jubun mengungkapkan bahwa setidaknya ada 3 jenis penipuan terkait jual beli di marketplace.
“Order fiktif, penipuan segitiga, dan sewa akun,” jelasnya.
Beberapa orang mendapatkan kiriman order fiktif dan rugi karena membayar paket yang tidak mereka pesan. Modus penipuan ini biasanya menggunakan metode COD (cash on delivery).
Sementara itu, penipuan segitiga memanfaatkan celah pada alur penjualan di marketplace. Skemanya, penjual dan pembeli asli sama-sama bertemu, namun penipu menjadi perantara tanpa disadari kedua belah pihak.
“Nantinya, penipu akan mengarahkan salah satu atau kedua pihak ini ke jalur pembayaran yang tidak aman. Hasilnya, pembeli kehilangan uang tetapi tidak dapat barang dan penjual bisa dianggap penipu atau bahkan kehilangan barang tanpa dapat untung,” jelas Jubun.
Detektif Jubun juga mengungkapkan bahwa modus penipuan sewa akun Shopee mulai muncul. seller di marketplace Shopee mendapat chat dari akun lain.
“Seller mendapat pesan yang menawarkan sejumlah fee untuk menyewa akunnya beberapa hari. Alasannya, akun mereka tidak bisa digunakan untuk transaksi. Biasanya ada ketentuan tertentu seperti limit paylater sekian dan lainnya,” pungkasnya.
Alurnya, pihak scammer akan mengambil alih akun Anda untuk melakukan transaksi menggunakan saldo paylater ataupun SPinjam. Hasilnya, saat akun Anda kembali, ada tagihan yang harus dibayar.
Itulah tips menghindari penipuan dari Detektif Jubun. Jangan mudah percaya pada orang lain dan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas komunikasi di smartphone.
Editor : Ali Masduki