SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Krisis ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan moneter ketat, konflik regional, dan proteksionisme, berdampak signifikan pada pasar properti global, termasuk Australia.
Menurut laporan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi global pada 2025 diproyeksikan melambat menjadi 2,7% hingga 3,2%. Kondisi ini turut memengaruhi pasar properti residensial, yang mengalami penurunan permintaan dan nilai aset.
Iwan Sunito, CEO dan Founder One Global Capital, mengungkapkan bahwa kenaikan biaya konstruksi hingga 30% dalam lima tahun terakhir, serta kenaikan suku bunga, telah memperparah kondisi pasar.
"Banyak proyek apartemen kini dikembangkan di luar prime location, sementara pasar perkantoran dan industri mengalami pelemahan di seluruh dunia," jelas Iwan.
Data dari Savills menunjukkan, pasar perkantoran di Hong Kong dan China turun hingga 35%, sementara tingkat kekosongan perkantoran di Indonesia mencapai 25%, sebanding dengan kondisi di New York, Los Angeles, Jepang, Vietnam, dan Hong Kong.
"Pasar perkantoran Hong Kong menghadapi tantangan terberat dengan tingkat kekosongan rekor dan penurunan sewa sebesar 40% sejak 2019," tambah Iwan.
Pasar Properti Residensial Australia: Kontraksi dan Peluang Baru
Di Australia, data dari CoreLogic dan PropTrack menunjukkan bahwa nilai properti hunian mengalami penurunan bulanan pertama dalam dua tahun terakhir pada Desember 2024.
"Industri properti Australia sedang mengalami kontraksi yang signifikan, terlihat dari pelemahan auction rate yang diprediksi berada di kisaran 55%-65% secara nasional pada 2025," ungkap Iwan.
Auction rate, yang menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap pasar, menjadi indikator penting. Angka di atas 70% menandakan pasar penjual (seller’s market), sementara di bawah 60% menunjukkan pasar pembeli (buyer’s market).
"Kondisi ini diperparah oleh kenaikan biaya hidup, penurunan jumlah imigran dari China, dan melunaknya pasar pembeli," ujar Iwan.
Louis Christopher, Direktur Riset SQM, menambahkan bahwa permintaan hunian di Sydney juga mengalami penurunan meskipun terjadi pertumbuhan populasi.
"Kenaikan biaya hidup dan pertumbuhan ekonomi yang lesu membuat banyak rumah tangga kesulitan membeli hunian," jelas Christopher.
Editor : Ali Masduki