Remaja Medokan Ayu Suarakan Perlawanan terhadap Pelecehan Seksual
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kesadaran remaja di Kampung Medokan Ayu, Surabaya, terhadap isu pelecehan seksual menunjukkan peningkatan signifikan. Melalui survei terbaru yang dilakukan di kalangan remaja setempat, terungkap bahwa pemahaman mereka terhadap pentingnya perlindungan dan pelaporan kekerasan seksual kian berkembang.
Pergeseran sikap ini menandai perubahan cara pandang generasi muda terhadap isu yang sebelumnya kerap dianggap tabu untuk dibahas di ruang publik.
Pelecehan seksual diketahui kerap terjadi di tempat-tempat tak terduga, seperti sekolah, lingkungan bermain, hingga rumah. Ironisnya, banyak kasus tidak dilaporkan karena korban merasa malu, takut, atau khawatir disalahkan. Namun, survei di Medokan Ayu menunjukkan tren yang menggembirakan. seluruh responden menyatakan memahami arti pelecehan seksual.
Media sosial menjadi sumber informasi utama dalam mengenalkan isu ini kepada para remaja. Sebanyak 100 persen responden menyebut platform digital sebagai tempat pertama kali mereka memperoleh informasi. Sementara itu, 60 persen menyebut media massa seperti televisi atau surat kabar sebagai sumber sekunder, disusul percakapan dengan keluarga dan teman. Hanya 40 persen yang menyebut kampanye pemerintah dan lembaga sebagai sumber informasi, menandakan perlunya pendekatan yang lebih efektif dan relevan dari institusi formal.
Pemahaman remaja terhadap bentuk-bentuk pelecehan juga dinilai cukup baik. Seluruh responden sepakat bahwa siulan, komentar bernuansa seksual, dan lirikan tidak senonoh tergolong sebagai pelecehan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran tidak hanya terfokus pada kekerasan fisik, tetapi juga mencakup pelecehan verbal yang selama ini kerap dianggap remeh.
“Dulu siulan dianggap godaan, sekarang mulai dilihat sebagai gangguan,” ujar salah satu responden
Meski demikian, tingkat rasa aman di lingkungan tempat tinggal masih menjadi perhatian. Sekitar 60 persen remaja mengaku merasa cukup aman, 20 persen sangat aman, dan 20 persen lainnya merasa tidak aman dari potensi pelecehan di lingkungan mereka.
Stigma terhadap korban juga masih menjadi tantangan. Sebanyak 60 persen responden menilai masyarakat cenderung menyalahkan korban pelecehan seksual. Hanya 20 persen yang tidak setuju dengan anggapan tersebut, sementara sisanya tidak memberikan jawaban pasti.
Di tengah tantangan itu, muncul optimisme dari sikap aktif para remaja. Seluruh responden menyatakan bersedia melaporkan jika mengetahui adanya pelecehan seksual di sekitar mereka. Namun, 60 persen dari mereka belum pernah mengikuti penyuluhan atau edukasi formal tentang topik ini, mengindikasikan perlunya perluasan akses edukasi melalui sekolah, komunitas, dan lembaga keagamaan.
Dalam hal tanggung jawab pencegahan, para responden tidak menunjuk satu pihak tertentu. Mereka menilai individu, keluarga, tokoh masyarakat, pemerintah, dan institusi pendidikan memiliki peran yang sama penting.
Survei ini memperlihatkan bahwa remaja bukan sekadar kelompok rentan, tetapi juga aktor penting dalam upaya pencegahan kekerasan seksual. Suara dan sikap mereka menjadi potensi besar dalam membangun lingkungan yang aman dan responsif terhadap kasus kekerasan seksual.
Kampung Medokan Ayu menjadi contoh bahwa peningkatan kesadaran di tingkat akar rumput sangat mungkin terjadi apabila didukung oleh ruang dialog, edukasi yang berkelanjutan, serta sinergi antara masyarakat dan pemerintah.
Artikel ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah Opini Publik dan Propaganda, Dosen pengampu Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A
Penulis : Muhammad Rifky Ardiawan, Ivan Indhi Andhano, Muhammad Dzuhry, Muhammad Rizky Eka Putra, Muhammad Faris Ardiansyah.
Editor : Arif Ardliyanto