get app
inews
Aa Text
Read Next : Antrean Haji Bertahun-Tahun, Apakah Kewajiban Ini Masih Berlaku?

Ulul Albab: Kritik Melalui Meme Bagian dari Ongkos Jabatan Pejabat Publik

Senin, 12 Mei 2025 | 11:49 WIB
header img
Ketua ICMI Korwil Jatim Dr H Ulul Albab, MS. Foto/Dok ICMI Korwil Jatim

SURABAYA - Dalam era digital yang serba cepat dan tanpa batas, meme telah menjadi bahasa baru generasi muda untuk menyuarakan kritik dan ekspresi sosial. Namun, fenomena ini juga menimbulkan perdebatan serius terkait batas kebebasan berekspresi dan respons negara terhadap kritik digital. 

Ulul Albab, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, memberikan pandangannya mengenai isu ini, khususnya menyikapi kasus seorang mahasiswi ITB yang dipanggil polisi dan dijerat pasal penghinaan terhadap penguasa karena mengunggah meme Prabowo dan Jokowi.

“Meme itu lucu, kadang menyentil, kadang nakal. Tapi jarang ada yang menganggapnya sebagai ancaman negara. Kasus yang menimpa mahasiswi ITB ini terasa seperti mimpi yang terlalu serius,” ujar Ulul Albab. 

Ia menegaskan bahwa meme merupakan bentuk ekspresi digital generasi Z yang menggantikan pamflet dan poster demo tradisional.

“Mereka tidak bermaksud membakar negara, tapi ingin mengatakan, ‘Kami ada. Kami berpikir. Kami ingin didengar.’” tuturnya.

Ulul Albab mengingatkan akan pentingnya hak untuk mengungkapkan pendapat di ruang publik sebagai fondasi demokrasi. 

“Apalagi jika yang disindir adalah pejabat publik seperti presiden atau menteri, kritik, meski pahit, adalah bagian dari ongkos jabatan. Negara yang sehat tidak boleh mudah tersinggung oleh meme,” katanya.

Meski demikian, Ulul Albab juga mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi tidak berarti tanpa batas. “Medsos bukan ruang bebas nilai. Ada tanggung jawab dan etika yang harus dijaga. Namun, pendekatan terhadap kasus seperti ini sebaiknya bukan langsung pidana, apalagi untuk mahasiswa. Pendekatan restoratif seperti mediasi dan pemahaman jauh lebih tepat daripada vonis,” ujarnya. 

Ia mengingatkan kembali masa-masa gelap Undang-Undang ITE yang kerap disebut “pasal karet” dan menimbulkan banyak korban, termasuk kalangan mahasiswa.

Dalam konteks global, Ulul Albab mencontohkan bagaimana negara-negara demokratis seperti Amerika dan Prancis memandang satire dan kritik sebagai bagian dari budaya politik dan jurnalistik. 

“Acara seperti Saturday Night Live di Amerika rutin menyindir presidennya tanpa ancaman penjara. Majalah Charlie Hebdo di Prancis menjadikan satire sebagai budaya jurnalistik. Kita memang bukan mereka, tapi jika ingin menjadi negara demokratis, kita bisa belajar dari mereka,” ujarnya.

Ulul Albab optimis bahwa Indonesia memiliki akal sehat dan aparat yang bijak. “Kita punya pemerintah yang (semoga) bisa tersenyum meski dikritik, dan generasi muda yang sedang belajar bicara. Kadang suaranya sumbang, tapi itu lebih baik daripada diam. Biarkan mereka tumbuh, jangan patahkan hanya karena satu unggahan,” tegasnya.

Ulul Albab menyampaikan pesan mendalam mengenai kekuatan sebuah negara dalam menampung perbedaan. Ia menegaskan bahwa negara yang kuat tidak diukur dari seberapa banyak meme yang dihapus, melainkan dari seberapa besar kemampuan hatinya untuk menerima perbedaan. 

"Memaafkan kritik dan memberi ruang klarifikasi bukan kelemahan, tapi keagungan. Pemimpin yang pemaaf akan mulia di mata rakyat, Tuhan, dan sejarah. Karena kekuasaan itu sementara, meme akan berlalu, tapi cara kita merespons akan tinggal lama dalam ingatan bangsa,” tandasnya.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut