Teater Tari "Baya Runcing" Menyoal Kerapuhan Sistem Birokrasi Indonesia
SURABAYA - Sabtu malam, Taman Budaya Jawa Timur diramaikan oleh pertunjukan teater tari "Baya Runcing" karya Irfan Gepeng. Bukan sekadar pementasan seni biasa, "Baya Runcing" menjadi pembuka pameran foto "Akara" yang sarat makna, merupakan refleksi tajam atas perjalanan reformasi dan identitas bangsa Indonesia.
Pertunjukan ini menyoroti sistem birokrasi yang dianggap korup dan menindas, sebuah kritik sosial yang disampaikan dengan bahasa tubuh dan gerakan yang kuat.
Selama kurang lebih 15 menit, delapan penari membawakan karya Irfan Gepeng, yang digarap secara intens bersama Heri Lentho sebagai dramaturg.
Gerakan simbolis dan narasi teatrikal yang memukau berhasil menggambarkan kerapuhan sistem birokrasi Indonesia yang dinilai penuh praktik KKN.
Irfan Gepeng, sang koreografer, menjelaskan inspirasi di balik "Baya Runcing". "Ide dasarnya terinspirasi dari benalu. Benalu hidup dengan menyerap sari-sari pohon sampai pohon tersebut tak dapat tumbuh lagi," ujarnya usai pementasan, Sabtu (21/5) malam.
"Karakter benalu ini menurut saya menggambarkan situasi negara kita. Orang-orang dalam sistem birokrasi seringkali hanya mementingkan diri sendiri, loyalitas mereka hanya kepada orang terdekat, bukan kepada masyarakat," lanjutnya.

Kegelisahan Irfan muncul dari realita bahwa reformasi yang dicanangkan 26 tahun lalu belum membawa perubahan signifikan.
"Siapapun pemimpinnya, sistemnya tetap sama. Ini seperti benalu yang menggerogoti rumahnya sendiri," tegasnya.
Heri Lentho, dramaturg "Baya Runcing", menambahkan bahwa pementasan ini bukan hanya ekspresi seni, tetapi juga tanggung jawab seniman untuk menyuarakan keresahan masyarakat.
"Anak muda sekarang kehilangan ruang berekspresi, kehilangan ruang untuk bicara. Maka kami, para seniman, mencoba mengingatkan masyarakat melalui karya seni," tuturnya.
Pameran foto Akara yang dibuka oleh "Baya Runcing" juga mengemban semangat refleksi yang sama. Melalui karya lintas media tari, teater, dan fotografi, para seniman berharap dapat membangkitkan kesadaran kolektif akan pentingnya perubahan sistemik.
"Baya Runcing" bukanlah sekadar pertunjukan, ia adalah seruan agar masyarakat tidak melupakan bahwa perubahan tidak hanya bergantung pada pemimpin, tetapi juga dimulai dari kesadaran individu dan budaya yang sehat.
Editor : Ali Masduki