Polemik Polinema Memanas, Kuasa Hukum Awan Setiawan Kritik Pernyataan Direktur Supriatna
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Polemik kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Politeknik Negeri Malang (Polinema) terus bergulir panas. Kali ini, kuasa hukum mantan Direktur Polinema Awan Setiawan, Didik Lestariyono, SH, MH, angkat bicara menanggapi pernyataan Direktur Polinema saat ini, Supriatna Adhisuwignjo.
Supriatna sebelumnya menyebut kasus dugaan korupsi senilai Rp42 miliar itu sebagai persoalan individu, bukan institusi. Namun, pernyataan tersebut justru menuai respons keras dari pihak Awan Setiawan.
Didik menilai pernyataan Supriatna terkesan ingin lepas tangan dari persoalan besar yang terjadi di lingkungan kampus tersebut. Ia menegaskan bahwa sebagai pimpinan institusi, Supriatna tidak bisa serta-merta melepaskan diri dari tanggung jawab moral dan struktural.
“Jangan pura-pura tidak tahu. Kalau ingin kampus bersih, tunjukkan dengan langkah konkret, bukan hanya ucapan kosong,” ujar Didik kepada awak media, Jumat (13/6/2025).
Ia juga menyoroti sejumlah persoalan internal yang belum tuntas, salah satunya proyek pembangunan Gedung AC yang mangkrak dan berpotensi merugikan negara hingga Rp4 miliar.
“Jangan hanya fokus pada kasus orang lain. Di bawah kepemimpinan Supriatna sendiri ada potensi masalah serius,” lanjut Didik dengan nada tegas.
Sebelumnya, Supriatna menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi tersebut bersifat personal dan tidak mencerminkan kondisi kelembagaan Polinema secara keseluruhan.
“Perlu kami tegaskan, ini adalah masalah individu. Jangan digeneralisir sebagai citra institusi,” ujarnya dalam kegiatan pengukuhan Guru Besar, Kamis (12/6/2025).
Ia juga menyatakan bahwa pihak kampus menghormati seluruh proses hukum yang sedang berjalan, dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kepada aparat penegak hukum.
“Kami menjadikan ini sebagai bahan refleksi untuk terus berbenah,” tambah Supriatna.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk perluasan kampus Polinema yang terjadi pada tahun anggaran 2019–2020. Mereka adalah AS, mantan Direktur Polinema periode 2017–2021, serta HS, pihak penjual lahan.
“Keduanya diduga melakukan pengadaan tanah secara melawan hukum dengan berbagai penyimpangan prosedural dan administrasi,” jelas Kasi Penkum Kejati Jatim, Windhu Sugiarto.
Atas perbuatannya, AS dan HS dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Arif Ardliyanto