Pembayaran Royalti Lagu Radio Jadi Sorotan, Begini Jalan Tengah yang Dibicarakan!
Noor juga menyebut bahwa LMKN menerima usulan peninjauan ulang tarif royalti dari PRSSNI. Meski begitu, perubahan tarif tidak bisa dilakukan secara cepat karena memerlukan analisis data yang matang.
“Penyesuaian tarif harus rasional dan berbasis data, termasuk laporan pajak yang mencerminkan omzet tahunan lembaga penyiaran,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum PRSSNI, M. Rafiq, mengapresiasi langkah LMKN membuka ruang dialog. Ia menegaskan bahwa sejak 1989, asosiasi radio swasta telah menyalurkan pembayaran royalti kepada para pencipta lagu dan musisi melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Karya Cipta Indonesia (KCI).
“PRSSNI berdiri sejak 1974 dan kini memiliki 546 anggota yang tersebar di 153 kota di Indonesia. Kami telah rutin membayar royalti sejak lama,” kata Rafiq.
Namun, Rafiq menilai munculnya kebuntuan terjadi karena pemerintah menetapkan tarif royalti tanpa melibatkan PRSSNI dalam prosesnya. Ia pun mengusulkan skema pembayaran baru yang lebih proporsional, yaitu kategori A sebesar Rp1,5 juta per tahun, kategori B Rp1 juta, dan kategori C Rp500 ribu per tahun.
“Format radio di Indonesia beragam. Ada yang fokus pada musik, berita, bahkan ada yang menyiarkan musik tradisional seperti wayang di Jawa Tengah,” ungkapnya.
Pertemuan antara LMKN dan PRSSNI ini diharapkan menjadi titik awal lahirnya kebijakan tarif royalti yang lebih berkeadilan—melindungi hak pencipta dan musisi, namun tetap mendukung keberlanjutan industri radio nasional di tengah tantangan ekonomi.
Editor : Arif Ardliyanto