Generasi Z: Vokal di Media Sosial, Diam di Dunia Kerja
SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Ada ironi besar yang menyelimuti Generasi Z. Di dunia maya, mereka adalah generasi paling vokal, paling kritis, dan paling ekspresif. Mereka mampu memicu gerakan sosial hanya lewat utas di X (Twitter) atau video singkat di TikTok. Namun, kefasihan digital ini seolah lenyap seketika saat mereka melangkah masuk ke dunia kerja fisik. Saat diminta mempresentasikan ide di depan direksi atau sekadar berpendapat dalam rapat divisi, banyak anak muda ini mendadak gagap, cemas, atau memilih diam seribu bahasa.
Fenomena ini mengkhawatirkan. Kita sedang melihat generasi yang berisik di layar, namun bisu di kehidupan nyata. Padahal, dalam lanskap dunia kerja modern, kemampuan berbicara di depan umum (public speaking) bukanlah sekadar pemanis CV. Ia adalah mata uang paling berharga untuk mendaki tangga karier.
Tantangan terbesar Gen Z bukanlah kurangnya ide, melainkan kenyamanan berlebihan pada komunikasi berbasis teks. Terbiasa dengan pesan instan yang bisa diedit dan dihapus sebelum dikirim membuat banyak Gen Z kehilangan ketangkasan berpikir spontan. Mereka berlindung di balik email dan chat karena di sana mereka merasa aman dari penghakiman langsung.
Namun, realitas bisnis tidak bekerja demikian. Negosiasi alot dengan klien, meyakinkan investor, atau memimpin tim dalam krisis tidak bisa dilakukan lewat stiker WhatsApp. Dunia profesional menuntut kehadiran, intonasi, kontak mata, dan kemampuan persuasi verbal yang solid. Gen Z yang menolak mengasah kemampuan bicaranya akan terjebak menjadi pekerja di balik layar, mereka yang mengerjakan hal teknis, sementara kredit dan promosi diambil oleh mereka yang berani menyuarakan hasil kerjanya.
Editor : Arif Ardliyanto