Ritual Adat di Tengah Proyek IKN, Antara Pengakuan dan Legitimasi
SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Di tengah deru mesin pancang dan debu proyek yang mengepung kawasan Sepaku, aroma dupa sempat menyeruak. Ritual adat Pelas Benua digelar, sebuah jeda sakral di tengah ambisi beton raksasa bernama Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sekilas, ini adalah kabar sejuk. Negara tampak memberi ruang pada tradisi, seolah mengakui bahwa tanah Kalimantan bukan sekadar lahan kosong tak bertuan. Namun, saat asap dupa menipis dan para pejabat kembali ke Jakarta, satu pertanyaan fundamental tertinggal di benak publik: apakah masyarakat adat benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang dihormati, atau sekadar ornamen pelengkap untuk memuluskan narasi pembangunan?
Bagi masyarakat adat Kutai, Pelas Benua bukan sekadar tontonan eksotis. Ritual ini adalah pagar etis. Ia adalah mekanisme turun-temurun untuk meminta izin kepada alam, membersihkan wilayah dari energi buruk, dan menegaskan kembali hubungan spiritual manusia dengan ruang hidupnya.
Dalam kosmologi lokal, tanah tidak dipahami semata sebagai aset properti, melainkan entitas yang bernyawa. Oleh karena itu, Pelas Benua berfungsi sebagai penanda batas: bahwa manusia tidak boleh semena-mena mengubah bentang alam tanpa permisi kepada leluhur dan penjaga tanah tersebut.
Editor : Arif Ardliyanto