Empati Publik Mengalir, Kasus Nenek Elina 80 Tahun Jadi Alarm Keras Hukum di Surabaya
Pemkot Surabaya, lanjut Eri, berkomitmen mengawal penanganan kasus-kasus serupa hingga tuntas. Pemerintah kota selama ini juga aktif terlibat dalam penyelesaian berbagai konflik warga, mulai dari sengketa kepemilikan hingga persoalan ijazah yang ditahan, dengan menggandeng kepolisian sebagai mitra utama.
“Prinsip kami jelas, yang salah dibenahi, yang benar dipertahankan berdasarkan bukti hukum. Ini konsistensi kami dalam menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat,” kata Eri.
Sebagai langkah pencegahan, Pemkot Surabaya telah membentuk Satgas Anti Preman yang melibatkan unsur kepolisian, TNI, dan Forkopimda. Satgas ini diharapkan menjadi garda terdepan dalam merespons laporan intimidasi, pemaksaan, atau praktik premanisme yang meresahkan warga.
Tak hanya itu, Pemkot juga merencanakan pertemuan dengan seluruh perwakilan suku dan organisasi masyarakat di Surabaya pada awal Januari 2026. Forum tersebut ditujukan untuk memperkuat kondusivitas kota sekaligus menegaskan bahwa setiap konflik harus diselesaikan dengan menjunjung tinggi hukum dan kemanusiaan.
“Surabaya adalah rumah bagi banyak suku dan agama. Persatuan harus dijaga, jangan sampai perbedaan dimanfaatkan untuk memecah belah,” tuturnya.
Eri menambahkan, keamanan dan ketertiban kota tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah dan aparat. Peran aktif masyarakat menjadi kunci utama dalam menjaga keharmonisan Surabaya.
“Warga yang mencintai Surabaya pasti akan ikut menjaga ketertiban dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang memecah belah,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto