BOGOR, iNewsSurabaya.id - Sungai Ciliwung merupakan habitat beragam jenis ikan. Dari inventarisasi tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN), ditemukan ada 23 spesies ikan.
Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan konservasi lahan basah (Ecoton), Prigi Arisandi, menyebut data tersebut diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan dengan metode pancing di Ciliwung Segmen Bogor, Depok dan Jakarta.
Selanjutnya wawancara dengan komunitas sungai Ciliwung Institut, komunitas pemancing yang dipublish dalam youtube, data sekunder media online dari 2014 hingga 2021.
"Keberadaan ikan di Ciliwung perlu untuk diteliti lebih lanjut pada musim kemarau karena diyakini masih banyak jenis-jenis ikan unik yang masih belum teridentifikasi di Ciliwung," kata dia.
Tercemar Mangan dan Phospat
Koordinator Ekspedisi Sungai Nusantara, Amiruddin Muttaqin menjelaskan, berdasarkan pemantauan kualitas air dengan menggunakan Parameter Phospat menunjukkan kadar 2 ppm. Padahal standarnya tidak boleh lebih dari 0,20 ppm sedangkan kadar Mangan (Mn) sebesar 0,4 ppm.
Sedangkan baku mutu PP 82/2021 tentang baku mutu air sungai mensyaratkan kadar Mn tidak boleh lebih dari 0,1 ppm.
Tingginya phospat disebabkan tidak adanya unit pengolah limbah komuna untuk limbah domestik yang mengandung detergen. Selain dari detergen tingginya phospat juga disumbang sector pertanian di kawasan Puncak
Grafik diatas menunjukkan bahwa Ciliwung telah terkontaminasi mikroplastik sejak dari Hulu di Bogor. Bahkan di Ciliwung daerah Yasmin ditemukan kadar mikroplastik paling banyak dibandingkan 5 lokasi lainnya.
Yaitu sebesar 268 partikel dalam 100 liter air, jenis mikroplastik yang paling mendominasi adalah jenis fiber atau benang-benang yang berasal dari Textil atau laundry.
“Sampah plastik di air akan terfragmentasi (terpecah-pecah) menjadi serpihan kecil dibawah 5 mm yang biasa disebut mikroplastik. Keberadaan mikroplastik akan berpengaruh pada system pernafasan/insang dan memicu kematian ikan,” ungkap Amiruddin Muttaqin.
Amiruddin memaparkan, kandungan mikroplastik dalam air pada gilirannya akan masuk kedalam rantai makanan melalui air, plankton, benthos, ikan air tawar, ikan laut (seafood) dan masuk kedalam tubuh manusia. Padahal mikroplastik masuk dalam kategori EDC (Endocrine disruption Chemical) bahan kimia pengganggu hormon.
"Mikroplastik mengandung bahan tambahan seperti phtalat, bhispenil A, alkhyl phenol, pigmen warna dan anti retardan, semua bahan kimia tambahan ini bersifat karsinogenik dan mengganggu hormon," paparnya.
Lebih lanjut Amiruddin menjelaskan, bahwa gangguan hormon akibat senyawa EDC akan mendorong gangguan reproduksi yang bisa mendorong terjadinya kepunahan ikan di Ciliwung.
Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta, Suci Fitriah Tanjung, mengungkapkan bahwa ikan sungai terutama yang berasal dari sungai Ciliwung masih menjadi salah satu sumber pangan masyarakat. Ikan sapu-sapu bahkan juga menjadi bahan baku industri pangan kecil.
Namun kondisi sungai dan ikan-ikan yang memprihatinkan karena pencemaran, tentu sangat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat terutama dari sisi kesehatan.
"Kami mendorong Pemprov Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk memulihkan kualitas air Ciliwung dengan mengendalikan sumber-sumber pencemaran industry skala rumah tangga, pengendalian sampah plastik dengan membangun TPS 3R di tiap desa yang dilalui Ciliwung dan pengendalian limbah domestik," tegasnya.
Untuk itu, WALHI DKI Jakarta, Ciliwung Institut dan Ecoton mendorong Upaya Pemulihan kualitas air untuk peningkatan mutu ekologis Ciliwung mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan pencemaran sampah plastik.
“Sampah plastik inilah yang pada gilirannya akan menjadi Mikroplastik,” lanjut Suci Fitriah.
Sebagai infomasi, keberadaan sungai di Indonesia saat ini dalam kondisi rusak 98% dalam kondisi tercemar. Padahal sungai-sungai di Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum, irigasi, budidaya perikanan dan fungsi ekologi sebagai habitat beragam jenis ikan.
Memburuknya kualitas air sungai menyebabkan kepunahan beberapa jenis ikan. Indonesia merupakan negara di dunia yang memiliki laju kepunahan ikan tercepat kedua setelah philipina.
Editor : Ali Masduki