KEDIRI, iNews.id – Bantuan Sosial (Bansos) Bidik Misi untuk mahasiswa kurang mampu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri tak sesuai peruntukan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat, sebanyak Rp 596.700.000 tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Hasil dari audit yang dilaksanakan dilapangan menyebutkan, ada aliran dana sekitar Rp50.000, Rp250.000, dan Rp600.000 yang dialihkan dari rekening penerima (mahasiswa) ke rekening atas nama Khaeril Umam ke rekening BRI. Berdasar keterangan Khaeril Umam, uang yang diminta dari mahasiswa penerima bidik misi dipergunakan untuk pengembangan softskill.
Namun setelah dilakukan penelusuran, terdapat aliran dana mahasiswa bidik misi ini ke rekening penampungan atas nama Khaeril Umam. Dana tersebut telah dilakukan penarikan atau pemindah bukuan ke beberapa rekening pribadi. Ada sembilan pemindah bukuan yang terjadi, mulai nilai Rp20 juta, Rp50 juta, Rp100 juta, hingga Rp400 juta.
Dana tersebut diketahui untuk pengembangan softskill, namun yang lebih parah ada aliran dana untuk kepentingan pribadi berupa, pinjaman pribadi pegawai IAIN Kediri dan non pegawai IAIN Kediri. Dari peminjaman ini, tercatat tanggal 2 Maret 2022, ada sejumlah uang yang belum dikembalikan dan memiliki potensi penyimpangan keuangan Negara.
Ada lima proses peminjaman uang Negara yang tidak bisa dikembalikan, dari lima peminjaman ini menggunakan empat nama. Jumlah peminjaman yang tidak bisa dikembalikan mencapai Rp596.700.000 yang dipergunakan oknum pegawai dan non pegawai. Pinjaman yang dilakukan mulai Rp15 juta hingga Rp500 jutaan.
Humas IAIN Kediri, Atik Masfiah mengakui adanya audit BPK yang memeriksa keuangan IAIN Kediri. Ada beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan, diantaranya uang sisa yang tidak segera dilakukan pengembalian. “Ini menjadi catatan pengurus, saya tahu karena saya juga pengelolanya,” katanya.
Atik menuturkan, awal masalah ini karena ada kesalahfahaman, saat itu pandemi terjadi. Ada dana bidik misi untuk les Bahasa Inggris ke kampong Inggris di Pare Kediri. Namun kegiatan ini tidak bisa dilakukan karena pandemi Covid-19. Akhirnya kegiatan les bahasa Inggris dilaksanakan di kampus dengan biaya yang lebih murah.
“Awalnya biaya Rp1.200.000 untuk les Bahasa Inggris ke Pare. Namun lesnya diganti ke kampus dan biayanya sekitar Rp700.000 an, sisa uang sudah dikembalikan ke mahasiswa,” ujarnya.
Selain itu, ada sekitar dana Rp300 jutaan yang sudah dikembalikan ke negara. Pengembalian ini dilakukan sesuai dengan intruksi yang diberikan BPK setelah melakukan audit. Disinggung soal penggunaan uang untuk pribadi pegawai IAIN. Atik mengaku tidak mengetahuinya. “Konfirmasi saja ke pengurus mas, kalau soal itu saya tidak tahu,” paparnya.
Sementara itu, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri Kota, Jawa Timur Harry Rachmat mengatakan, pihaknya siap untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan di IAIN Kediri. Namun, ia mengaku masih menunggu data adanya dugaan penyelewengan yang dilakukan di institusi perguruan tinggi negeri Islam tersebut.
“Kalau sudah sampai ke tangan kita akan kita usut sampai tuntas. Kita akan melakukan kajian,” katanya.
Sesuai prosedur, ujar Harry, data yang ada akan dilakukan kajian, kemudian menentukan apakah ada unsur tindak pidana korupsi atau tidak. Jika muncul adanya kerugian Negara, maka laporan tindak pidana korupsi ini akan dilakukan pengusutan hingga tuntas. Namun jika tidak ada unsure kerugian Negara, laporan dugaan penyimpangan ini akan dihentikan.
“Kita lihat dulu, kaji terlebih dulu, kemudian diusut sampai tuntas. Prinsipnya kita siap mengusut adanya dugaan korupsi,” paparnya.
Editor : Arif Ardliyanto