ACEH, iNews.id - Aktivis Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam mahasiswa Islam (LEPPAMI) Aceh, Tonicko Anggara, prihatin dengan banyaknya sampah yang tidak terkelola yang menggangu keindahan kota.
“Kami menemukan banyak sampah sachet dari produsen-produsen besar yang mengganggu estetika di kota Tapak Tuan,” ungkapnya, Rabu (25/5/2022).
Keprihatinan tersebut diungkapkan setelah LEPPAMI Aceh dan tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan uji Mikroplastik dan kegiatan Brand Audit atau audit merk sampah plastik sekali pakai yang menjadi pencemar di Krueng Rasulah.
Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menunjukkan bahwa Krueng Rasulah tercemar Mikroplastik. Dijadikannya sungai sebagai tempat sampah akan menimbulkan kontaminasi mikroplastik di perairan, karena sampah plastik di perairan akan terpecah menjadi mikroplastik.
Amiruddin Muttaqin, peneliti tim ESN menjelaskan bahwa perilaku masyarakat masih menganggap sungai menjadi tempat sampah, ditambah dengan minimnya anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten pada penanganan problem sampah. Sehingga minim pembangunan fasilitas infrastruktur pengelolaan sampah.
"Tidak aneh jika sungai dijadikan tempat sampah karena Pemerintah Daerah belum memprioritaskan penanganan sampah," kata Amir.
Di Indonesia, pelayanan sampah hanya mampu menjangkau 30% hingga 40% penduduk. Sehingga 60%-70% penduduk tidak mendapatkan pelayanan sampah yang mengakibatkan mereka membuang sampahnya sembarangan seperti membuang ke saluran air, kesungai, tepi pantai, lahan kosong, dipendam dipekarangan atau 40% jumlah sampah yang timbul berakhir dengan dibakar.
"Padahal membakar sampah akan menghasilkan senyawapenyebab kanker yang dikenal dengan dioksin dan furan," ucap Amir.
Sementara itu Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi menuturkan, selama melakukan brand audit sampah plastik di tiga lokasi seperti Hulu Simerah, Kampung Hulu dan Muara Krueng Rasulah, tim menemukan sampah-sampah plastik yang bermerk.
Hasil identifikasi, ada 500 piece (lembar) sampah plastik berupa sachet (multilayer), botol dan gelas plastik, popok, Styrofoam wadah mie dan plastik single layer (selapis).
Hasil dari audit didapatkan bahwa terdapat 5 Brand besar yang paling banyak ditemukan menjadi sampah di Sungai adalah Produk dari PT Wings, PT Unilever, PT Indofood, PT Mayora, PT Unicharm dan PT Frisian Flag.
"Keenam Brand ternama ini sebanyak 68% dari sampah plastik yang ditemukan di Krueng Rasulah,” kata Prigi.
Lebih ia menjelaskan bahwa sampah jenis sachet tidak laku di bank sampah dan sulit untuk didaur ulang sehingga umumnya sampah ini berakhir dengan dibakar atau dibuang di sungai berakhir di laut.
“Selain sampah-sampah plastik bermerk kami juga menemukan sampah tidak bermerk seperti tas kresek, sedotan, tas bening, pakaian bekas dan Styrofoam," ujarnya
Untuk sampah yang bermerk, lanjutnya, harus menjadi tanggung jawab produsen untuk ikut mengelola. Mengingat dalam Undang-undang pengelolaan sampah nomor 18 Tahun 2008 menjelaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan sampah dalam produknya yang tidak bisa diolah maka produsen harus ikut bertanggung jawab.
"Tanggung jawab perusahaan turut mengolah sampahnya ini dikenal dengan prinsip EPR atau extended Produser Responsibility,” tegasnya.
Berdasarkan hasil kajian lapangan tersebut, Ecoton mendorong para produsen besar seperti Wings, Unilever, Indofood, Mayora, Unicharm dan Frisian Flag agar memberikan kontribusinya dalam pengelolaan sampah di Tapak Tuan.
”Produsen ini sudah menghasilkan sampah-sampah sachet yang tidak bisa didaur ulang. Sehingga mencemari perairan di tapak tuan dan memberikan efek ancaman kesehatan serius, karena sampah sachet akan terpecah menjadi mikroplastik dan dikonsumsi ikan selanjutnya ikan menjadi sumber protein bagi manusia," jelasnya.
Prigi menegaskan, mikroplastik yang ada diperairan itu akan mengikat polutan di air seperti phospat, klorin, logam berat dan polutan lain dalam air. Polutan ini akan masuk kedalam tubuh melalui ikan yang dikonsumsi oleh manusia.
"Jika tidak ada upaya pengendalian dan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan produk dalam sachet, maka jumlah sampah plastik di perairan Tapak Tuan akan terus meningkat yang pada gilirannya akan menjadi ancaman serius bagi kesehatan Penduduk Tapak Tuan,” tegasnya.
Kualitas Air masih Baik
Tim ESN melakukan pengukuran kualitas air pada Selasa (24/5) dengan 11 paremeter. Semua parameter memenuhi syarat PP 22/2021 tentang baku mutu air sungai. Namun Kadar Klorin bebas menunjukkan tingkat pencemaran.
Klorin bebas bersumber dari desinfektan, bahan detergen dan bahan pestisida sehingga aktivitas penduduk di perkampungan yang menggunakan pemutih, detergen dan desinfektan menimbulkan kontribusi peningkatan kadar khlorin bebas.
“Dibutuhkan pengendalian limbah cair dipemukiman dengan membangun IPAL atau instalasi pengolah limbah cair Komunal di kampong-kampung yang masih membuang limbah cairnya ke Krueng Rasulah,” kata Amiruddin Muttaqin.
Alumni teknik Lingkungan UPN Jawa Timur ini menyatakan, bahwa dibutuhkan pengukuran kualitas air Krueng Rasulah secara rutin akan bisa mengendalikan pencemaran air. Amir juga mengingatkan potensi Krueng Rasulah yang bisa dikembangkan menjadi objek wisata.
Tanggung jawab pengelolaan air dan pengendalian pencemaran air di Krueng Rasulah, kata Amir, harus melibatkan partisipasi masyarakat. Bisa melibatkan setiap sekolah, perkumpulan ibu-ibu, karang taruna atau pengurus masjid dalam hal pengawasan dengan mengadopsi segmen-segmen sungai untuk mengawasi agar penduduk tidak membuang kotoran sampah atau limbah cair ke Krueng Rasulah.
"Jika diperlukan perlu dibentuk komunitas yang merawat dan menjaga Krueng Rasulah. Melalui Komunitas inilah bisa dilakukan kegiatan rutin seperti gotong-royong bersih-bersih sungai, patrol sungai atau melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati sungai seperti vegetasi bantaran, serangga air dan jenis ikan yang ada di Krueng Rasulah,” pungkas Amir.
Editor : Ali Masduki