SURABAYA, iNews.id - DPRD Kota Surabaya membantu menengahi persoalan sengketa kepemilikan lahan di kawasan Simo Gunung. Komisi A menghadirkan dua pihak yang berseteru yakni dari Lanud TNI AU dan perwakilan warga RW 01 di Gedung DPRD Kota Surabaya, serta sejumlah pihak terkait, Kamis (10/6/2022).
Dalam rapat dengar pendapat terungkap adanya keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang status lahan yang ditempati warga merupakan rumah dinas milik TNI AU yang hendak ditertibkan dengan melakukan pemadaman aliran listrik ke sejumlah rumah.
“Surat sudah dilayangkan, komunikasi sudah di lakukan tetapi tidak kooperatif, tidak mau, ya listrik kami putus," kata Komandan Lanud Muljono, Kol Pnb, Moch Apon, kepada media usai hearing di ruang Paripurna DPRD kota Surabaya, Kamis(9/6/2022) siang.
Menurutnya langkah ini masih terbilang humanis, mengingat sudah adanya keputusan hukum yang sudah inkrah. Selain itu, hal ini menjadi langkah taktis agar para penghuni yang masih ingin menempati rumah dinas harus mengajukan izin huni terlebih dahulu.
“Padahal, saat penertiban kami sudah sampaikan tindakan Lanud berdasarkan pakta hukum. Kami sebenanrya mengharapkan beliau-beliau itu, kalau di hitung tidak berat. Kami yang masih akrif saja harus mengajukan surat izin penghunian yang sebenarnya memenuhi syarat. Itu kami yang masih aktif,” terangnya.
Pihak Lanud Muljono memberi waktu 7(tujuh) hari, agar warga segera mengajukan surat permohonan hunian, sehingga tidak ada tindakan pemutusan listrik. Namun dalam hearing tersebut, pihak legislative meminta deadline dimundurkan. Kol Pnb Moch Apon juga menyetujui hal itu.
“Tadi dari dewan menyampaikan keluhan warga bahwa ini sedang ujian kasihan kalau listrik gak ada. Tentunya, kami harus punya pegangan. Makanya kami minta untuk bikin surat pernyataan di atas materai bahwa nanti semuanya tahu, bahwa dalam 7×24 jam yang listrik-listriknya di putus ini, akan datang ke kami untuk mengajukan izin penghunian. Tetapi mereka masih enggan,” imbuhnya.
Dalam sengketa ini, terdapat 108 rumah dinas milik TNI AU yang kini ditempati oleh warga. Selain itu juga terdapat Lahan dan dua Fasum (bukan termasuk masjid). Lahan Fasum itu digunakan sebagai sekolah TK dan SDN milik Dinas Pendidikan kota Surabaya.
Ia juga menyayangkan saat ini ada beberapa rumah hunian yang berubah fungsi menjadi tempat bisnis. Sehingga menurutnya hal itu menyalahi aturan terkait peruntukan rumah dinas.
“Untuk mendapatkan kembali aliran listrik, warga harus memenuhi dua syarat, yakni bersedia mengajukan izin hunian dan mengecat rumah mereka dengan warna biru. Karena itu kan warna rumah dinas TNI AU. Saya bilang, kalau yang tidak mampu akan saya belikan catnya. Jikalau beliaunya sudah sepuh, tak catin. Tetapi saya harus cek dulu benar-benar tidak mampu atau tidak,” katanya.
Ia juga mengatakan, bahwa terkait pengukuran ulang luas lahan milik TNI AU yang sudah diputuskan MA, hal itu harus melalui persetujuan Departemen Pertahanan (Dephan).
“Itu kan kami yang harus mengajukan, kalau kami bukan saya. Saya hanya pelaksana saja yang menyiapkan anggaran itu kan negara. Itu biaya APBN kalau pengukuran tanah dan besarannya ada sesuai ketentuan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum warga Putat Jaya, Beli Karamoy menyatakan, warga tetap meminta adanya pengukuran ulang atas luas lahan tersebut. Menurutnya selama masa persidangan luasan lahan yang dimiliki TNI AU belum dijelaskan secara gamblang.
“Kalau penjelasan Danlanud normatif saja dan juga benar yang dikatakan Danlanud, hanya mengikuti perintah dari atasan. Cuma di sini yang dipertanyakan oleh warga, luasan dari HPL 003. Mulai sidang pertama, lalu ke pengadilan tinggi sampai kasasi, itu luasannya berapa. Kan itu tidak dijelaskan,” terangnya.
Ia menambakan, tertera di sertifikat 54 ribu meter persegi lahan milik TNI AU hasil keputusan MA. Namun warga ingin tahu letak lokasi lahan.
“Tertera dalam sertifikat 54 ribu meter persegi, tetapi letaknya di mana?. Karena bukti pengukuran itu ada diwarga yang batas-batasnya dikawat berduri. Padahal di Simo Gunung itu tidak ada kawat berduri, karena pengajuan dokter Sarji itu di Simo Mulyo, bukan di Simo Gunung,” katanya.
“Jadi, kami akan mengambil langkah meminta BPN pengembalian batas terhadap pengembalian batas HPL 003. Karena dengan pengembalian batas, dengan ukuran yang pasti dari BPN itu yang akan menjadi acuan kami untuk mengkaji lebih mendalam lagi dan berbicara lagi dengan Danlanud Muljono,” tambahnya.
Mengenai keresahan warga yang meminta pertimbangan keputusan 7×24 jam untuk mengkosongkan tempat, kata Beli, Danlanud cukup kooperatif, bahkan dia memberikan syarat agar warga datang ke untuk membuat surat izin.
“Tetapi di sini warga bersikukuh ingin mempertahankan luasan dari HPL 03 itu luasanya berapa dan letaknya di mana. Tadi, dari BPN juga tidak bisa menjelaskan luasan itu. Hanya melihat teks tertulis yang ada di HPL 03 yang diterbitkan tahun 1998. Warga sendiri sudah mengajukan SKPT dan peta bidang sudah ada itu di tahun 1994,” tegasnya.
Ia juga meminta kepada Danlanud agar masyarakat bisa menikmati rumah mereka dan listrik yang sudah dicabut segera teraliri lagi. Selain itu, warga akan mengajukan izin pengukuran ulang atas lahan di kawasan Putat Jaya ke Departemen Pertahanan (Dephan).
“Mungkin kami bikin surat pengajuan dulu, karena warga di sini untuk PK. Jadi, nanti kami lihat apakah PK atau hanya dengan pengambalian batas. Jadi, biar dari pihak Danlanud dan Hankam mengerti dengan yang ada di lokasi di Simo Gunung,” terang Beli.
Anggota Komisi A DPRD kota Surabaya Imam Syafi'i meminta warga untuk koorporatif mematuhi keputusan MA atas lahan milik TNI AU di Putat Jaya.
“Dari fakta-fakta ketika kami tadi hearing, kami menemukan ternyata kasus ini sudah ada putusan yang inkrach dari MA terkait gugatan warga terhadap hak pakai nomor 3 yang di persoalkan. Tentu saja kami tidak bisa mencampuri di persoalan hukum,” terangnya.
Namun meski demikian, Komisi A berharap kepada pihak TNI AU untuk melakukan upaya pengosongan dengan cara humanis yang notabene mereka juga keluarga besar TNI AU.
“Tadi ada kesepakatan bahwa mereka yang jumlahnya ada 100 sekian rumah, kalau mau tinggal di situ di minta bikin surat permohonan huni dan bahkan dijamin sampai meninggalnya, kalau itu menyangkut mantan anggota TNI AU,” kata Imam.
“Terus terhadap anaknya, itu juga disebutkan akan mendapat tenggang waktu sampai dua tahun. Menurut kami, tawaran ini masuk akal karena ini sudah inkrach,” tambahnya.
Imam juga merasa Komisi A sudah melakukan upaya terbaik untuk menengahi kedua belah pihak. Namun jika warga merasa masih kurang puas, dapat menempuh jalur hukum lainnya.
"Saya sarankan warga mengajukan gugatan lagi. Tentu biayanya bisa urunan. Karena, untuk mengukur ulang itu butuh biaya,” tambahnya.
Menurutnya, DPRD telah melakukan fungsi mediaasi antara kedua pihak guna memperoleh mufakat.
“Kami hanya memediasi. Ternyata, tadi ada ketidak sepakatan meski kami tadi sudah membentu. Seperti Danlanud memberi tenggat waktu 7 hari, kami minta diundur sampai akhir Juni, Danlanud setuju kok,” ujarnya.
Meski demikian, jika nantinya warga menemukan bukti baru, DPRD pun siap untuk membantu memediasi kembali.
“Kami mohon maaf. Kami hanya bisa membantu warga pada tahapan ini. Nanti kemudian ada bukti-bukti atau petunjuk baru, kami ingin membantu warga yang se-optimal mungkin, semampu kami,” pungkas Imam.
Editor : Arif Ardliyanto