Penyitaan terhadap lahan milik sah BRD dan BRE seluas 89,01 hektar berupa lapangan golf Bogor Raya, serta Hotel Ibis Style dan Novotel yang bersebelahan dengan Jalan Tol Jagorawi ruas Bogor Selatan dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polkam) Prof Mahfud MD bersama Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Agus Andrianto dan Kepala Satgas BLBI Rionald Silaban.
Mahfud menyebut, nilai penyitaan aset BRD dan BRE mencapai Rp 2 triliun.
Namun belakangan diketahui jika aset tersebut telah lama berpindah tangan menjadi milik pengusaha asal Malaysia.
Menurut Nurwahjuni, apa yang dilakukan oleh Satgas BLBI tersebut berpotensi melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Melihat cara kerja Satgas BLBI melakukan penyitaan, ada potensi perbuatan melawan hukum. Seharusnya Satgas BLBI terlebih dahulu mencari data legalitas aset tersebut. Jangan asal main ambil saja. Itu kan sama saja dengan merampas milik orang lain," tegas Nurwahjuni yang kerap menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus sengketa kepemilikan aset perbankan tersebut.
Ia menilai, Satgas Penagihan Hak Tagih Negara Dana BLBI terkesan tidak berhati-hati karena ada beberapa aset perusahaan yang masih diatasnamakan pribadi.
"Jangan sampai digugat balik oleh pihak yang merasa dirugikan. Contoh terbaru, penyitaan Satgas BLBI terhadap 300 sertifikat hak milik kepunyaan warga Jasinga, masih di Kabupaten Bogor yang telah diserahkan Presiden Jokowi kepada warga juga persoalan yang sangat memalukan," terangnya
"Walau Satgas BLBI menengarai kepemilikan lahan terkait dengan eks aset Bank Namura Internusa, seharusnya Satgas BLBI tidak menihilkan program redistribusi lahan yang menjadi program unggulan Presiden Jokowi. Satgas BLBI seperti menampar muka Presiden," tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait