Wawan Some mengaku, sepanjang dirinya melakukan kegiatan di hutan mangrove Wonorejo sejak tahun 2007, lebar sungai avour Wonorejo masih tetap seperti saat ini tidak ada penyempitan sungai.
"Benar kalau terjadi pendangkalan. Sehingga pernyataan normalisasi sungai untuk mengembalikan lebar sungai dari 20 m menjadi 30 m pantut dipertanyakan. Karena tepi sungai yang ditumbuhi mangrove lebarnya hanya 2-3 meter setelah itu langsung berbatasan dengan tambak warga," ungkapnya.
Menurutnya, penanaman mangrove di tepi sungai avour Wonorejo justru menguatkan tepi sungai, sehingga sejak ditanaman mangrove tidak pernah terjadi tanggul jebol atau longsor.
Keberadaan mangrove di sempadan sungai justru mengurangi sedimentasi di sungai karena lumpur yang terbawa air pasang akan mengendap karena terperangkap akar mangrove yang khas.
Dia menegaskan, bahwa hutan mangrove Wonorejo adalah Kawasan konservasi yang ditetapkan alam Perda RTRW Kota Surabaya. Sehingga setiap kegiatan dikawasan ini harus mengutamakan upaya konservasi.
"Kegiatan normalisasi yang sudah berlangsung beberapa hari ini berdampak paa kehidupan satwa liar di Kawasan tersebut," tegasnya.
Selain itu, aktivitas normalisasi sungai bisa berdampak pada burung migran yang rutin mampir di Kawasan tersebut.
Mangrove Wonorejo merupakan Kawasan lindung, yaitu daerah penting bagi burung karena merupakan persinggahan burung migran.
Gelombang yang ditimbulkan oleh alat berat selama kegiatan juga berdampak pada petani tambakd an pencari kepiting bakau.
"Pendapatan mereka berkurang karena kegiatan normalisasi yang dilakukan berhari-hari," imbuh Wawan Some.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait