Prigi menyebut, standar kadar khlorin tidak boleh lebih dari 0.03 sedangkan pada lokasi penelitian di Ternate ditemukan lokasi tertinggi kadar khlorin ada di Ake Ga'ale, Kelurahan Sangaji, sebesar 0,21 ppm yang berada ditengah pemukiman.
Sedangkan kadar khlorin terendah di Kampung makasar sebesar 0.11 ppm. Tingginya kadar phospat dan khlorin berasal dari limbah cair domestik penduduk Kota Ternate yang tidak diolah.
"Kadar phospat tinggi berasal dari detergen sedangkan khlorin berasal dari pembesih lantai, pemutih, dan cairan pembunuh kuman yang banyak digunakan rumah tangga atau pemukiman," paparnya.
Tim Peneliti Samurai sedang mengambil sample air di Kelurahan Soasio Kota Ternate. Foto/ Tim ESN
Dampak tingginya kadar khlorin dan phospat menurunkan kadar air yang bisa dilihat dari rendahnya kadar oksigen dalam air (DO) hingga 0,1 ppm.
"Perairan di Ternate saat ini miskin oksigen, bahkan di Kelurahan Soasio kadarnya hanya 0,1 ppm padahal ikan membutuhkan DO sebesar 2,8 ppm sedangkan baku mutu air kelas 2 mensyaratkan DO dalam air sebesar 4 ppm, rendahnya DO dalam air menyebabkan matinya ikan dan bau yang tidak sedap," ujar Prigi Arisandi.
Untuk itu, para pegiat lingkunan ini mendorong Pemkot melakukan pengolahan Limbah cair domestik secara komunal sehingga limbah penduduk tidak menurunkan kualitas air.
Kemudian juga membersihkan sampah plastik yang ada dipermukaan yang menurunkan estetika sungai dan rentan kontaminasi mikroplastik.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait