Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka BS, yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim, sepakat akan memberikan bantuan keuangan dari Pemprov Jatim kepada Pemkab Tulungagung dengan pemberian fee antara 7-8 persen dari total anggaran yang diberikan.
Selanjutnya, pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp79,1 miliar. Terhadap alokasi bantuan keuangan tersebut, Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar.
Kemudian, pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS.
Pada 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Pemprov Jatimm, sehingga Sustrisno menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Pemkab Tulungagung. Dengan demikian, pada anggaran perubahan tahun 2017, Pemkab Tulungagung mendapat alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar dan Rp29,2 miliar di 2018.
Sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan untuk Pemkab Tulungagung pada 2017 dan 2018 tersebut, KPK menduga Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp6,75 miliar kepada tersangka BS.
Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-?Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait