Awalnya, LSD disintesis pada tahun 1938 oleh seorang ahli kimia Swiss, Albert Hofmann, dengan tujuan mengobati depresi pernapasan. Pada tahun 1943, Hofmann secara tidak sengaja menemukan sifat halusinogen ketika ia menyerap sebagian melalui kulitnya.
Selama 15 tahun kemudian, LSD dimanfaatkan sebagai obat bius dan untuk mendukung penelitian di bidang psikoanalisis.
Selain itu, memasuki tahun 1960-an di Amerika Serikat, kelompok budaya tandingan meluas di kalangan anak muda dan LSD digunakan untuk tujuan rekreasi. Setelah itu, LSD dilarang untuk digunakan sehingga membuat popularitasnya menurun sejak tahun 1970-an.
LSD merangsang produksi serotonin di korteks dan struktur dalam otak, dengan mengaktifkan reseptor serotonin. Reseptor ini kemudian membantu memvisualisasikan dan menafsirkan dunia nyata. Serotonin tambahan memungkinkan lebih banyak rangsangan untuk diproses seperti biasanya.
Namun, stimulasi berlebihan akibat penggunaan LSD akan berdampak pada perubahan dalam pikiran, fokus, persepsi, dan emosi. Perubahan ini muncul sebagai halusinasi. Sensasi yang tampak nyata, tetapi diciptakan oleh pikiran.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait