SURABAYA, iNews.id - Anggota Presidium Nasional Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK), Haris Rusly Moti, melalui siaran pers mengatakan bahwa Presiden Jokowi kabarnya berusaha mengejar asset para bandit keuangan hingga ke Alaska.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengklaim memiliki data terkait uang Rp. 11.000 triliun milik WNI yang ditempatkan di sejumlah rekening rahasia di luar negeri.
"Pemerintahan Jokowi menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Swiss. Presiden juga menandatangani MLA dengan Rusia," katanya.
Ia melanjutkan, ratifikasi MLA dengan Swis dan Rusia karena kejahatan keuangan adalah kejahatan transnasional kelas satu yang dilakukan melalui pencurian sumber daya alam, penghindaran pajak, pelarian keuantungan secara ilegal, korupsi, pencucian uang, hingga uang hasil drug, perdagangan manusia, judi, dan lain sebagainya.
MLA adalah sebuah mekanisme penyitaan aset hasil kejahatan keuangan melalui pertukaran informasi keuangan dalam proses pemidanaan para pelaku kejahatan keuangan. Melalui MLA aset hasil kejahatan keuangan disita seluruhnya oleh negara.
Berbeda tentunya dengan Tax Amenesty yang memberikan pengampunan terhadap kejahatan keuangan dengan syarat membayar denda sejumlah tertentu. Indonesia telah melaksanakan Tax Amnesti jilid 1, namun gagal. Saat ini ada rencana melaksanaka Tax amnesti jilid 2, tampaknya akan gagal lagi.
"Sebetulnya Tax Amnesti tidak sejalan dengan agenda rezim international dalam digitalisasi, Automatic Exchange of infoemation (AEOI), dan era "keterbukaan vulgar", yang akan menutup sama sekali ruang bagi uang hasil korupsi dan berbagai jenis kejahatan keuangan," terangnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait