SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kabar kedatangan impor garam yang bakal turun 29 April 2023 mulai membuat petani resah. Mereka meyakini, kehadiran garam impor ini bakal merusak harga garam yang ada di petani.
Keyakinan ini muncul karena kabar yang beredar, penerima impor merupakan perusahaan-perusahaan garam yang statusnya masih berurusan dengan aparat penegak hukum. Ini menyusul pengusutan impor garam industri tahun 2016. Dimana Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan enam tersangka.
Mereka Direktur Utama PT Sumatraco Langgeng Makmur, YN; SW alias ST selaku Manager Pemasaran PT Sumatraco Langgeng Makmur/Direktur PT Sumatraco Langgeng Abadi; Ketua Asosiasi Industri Pengelola Garam, berinisial FTT; Mantan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, berinisial MK; Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, berinisial FJ; Kepala Sub Direktorat Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, berinisial YA.
“Jumlah tersangka impor garam sebanyak 6 orang,“ kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
Fakta inilah yang membuat petani garam tak tenang. Mereka sangat mengkhawatirkan, garam impor tersebut merembes dipasaran. Apalagi, kabar yang mereka terima adalah perusahaan serta gudang yang bakal menjadi lokasi penampungan garam impor sama dengan tahun-tahun lalu. “Kan tidak mungkin, gudang yang dipakai penampungan impor sama dengan tahun lalu kemudian tidak merembes dipasaran,” kata Faisal Baidlawi, Petani Garam Pamekasan Madura, Jawa Timur.
Baidlawi menuturkan, pemerintah harusnya merenung dan mengambil tindakan tegas dengan adanya kasus yang ada di kejaksaan. Menurutnya, sangat mungkin ada rembesan garam impor yang harus dipergunakan untuk industri, tetapi kenyataanya untuk konsumsi. Kondisi ini jelas salah, karena impor garam hanya diperbolehkan untuk kebutuhan industri.
Seharusnya, lanjut Sekjen Asosiasi Produsen Garam Lokal Indonesia yang akan diresmikan ini, pemerintah menyiapkan program simulasi menyongsong kebijakan tak akan impor tahun 2024. “Bukan justru melakukan pembiaran impor. Ini sangat berbahaya! Perusahaan harus dilatih untuk tidak impor, dan mengelola garam petani dengan benar,” papar Baidlawi.
Selama ini, papar Baidlawi, pemerintah terkesan tidak adil dalam melakukan pembandingan garam yang di impor. Pemerintah memberikan penilai garam petani sewaktu belum dilakukan pengolahan, sementara garam impor dinilai setelah datang ke Indonesia. Garam tersebut, ungkapnya, sudah melakukan proses pembersihan hingga pemutihan. Makanya hasilnya bagus.
“Kalau mau adil bandingkan sama. Garam yang dinilai sama-sama sudah melalui proses pemutihan dengan pencucian. Garam kita tidak akan kalah, apalagi dari garam India. Saya yakin garam petani Indonesia lebih baik,” terang dia.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait