Menghibahkan Harta Warisan yang belum Dibagi, Ini Akibat Hukum yang Bisa Terjadi?

SOLUSI HUKUM
Sujianto, SH, M.Kn

Hibah merupakan sebuah perikatan, sebab dalam perbuatan hibah ada perikatan antara pemberi hibah dengan penerima hibah.  Berdasarkan Pasal 1314 ayat 1 hibah dikategororikan sebagai perjanjian Cuma Cuma, yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (pemberi hibah) memberikan keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima satu manfaat bagi dirinya sendiri.
Sebagai sebuah perikatan, dalam pelaksaaanya barang tentu hibah harus memenuhi  ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat syarat sahnya perjanjian.

Berdasarkan pasal tersebut syarat sahnya perjanjian sebagai berikut:
Adanya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian, dalam konteks ini harus ada kesepakatan antara pemberi hibah dan penerima hibah.

Kecapakan untuk membuat perjanjian, pemberi hibah dan penerima hibah harus pihak yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum’.

Perihal/objek tertentu, yang dimaksud perihal tertentu  disini terkait dengan objek perjanjian yaitu apa yang diperjanjikan harus jelas, jika terkait dengan hibah berarti barang apa yang akan dihibahkan harus jelas.

Suatu sebab yang halal, sebab yang halal berarti apa yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kesusilaan.

Dalam dunia praktis hukum syarat no 1 dan 2 dikategorikan sebagai syarat subjektif perjanjian dan syarat no 3 dan 4 dikategorikan dalam sayarat objektif perjanjian. Konsekuensi hukum apabila syarat subjective perjanjian tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan apabila syarat objective perjanjian tidak dipenuhi para pihak maka akibat hukumnya perjanjian tersebut batal demi hukum.

Pengertian Hibah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Pengertian hibah dalam kamus KBBI sesuai dengan pengertian hibah yang berkembang dimasyarakat, Sedangkan menurut Pasal 1666 Kuh Perdata Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.Penghibahan hanya dapat dilakukan di antara orang-orang yang masih hidup.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat diuraikan unsur-unsur hibah sebagai berikut: 
Hibah merupakan perjanjian dengan cuma-cuma. Artinya, tidak ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah, hal ini sesuai dengan Pasal 1314 ayat 1 KUH Perdata.

Hibah tidak dapat ditarik Kembali, pada prinsipnya benda hibah tidak dapat ditarik Kembali oleh Pemberi hibah kecuali terjadi hal-hal yang diatur dalam pasal 1688 yaitu:
Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan.

Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatanlain terhadap si penghibah.

Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang itu jatuh dalam kemiskinan.
Tuntutan pembatalan hanya dapat diajukan maksimal 1 tahun terhitung mulai hari terjadinya peristiwa yang menjadi alasan tuntutan dan dapat diketahuinya hal itu oleh si penghibah.  Artinya tuntutan akan gugur (daluarsa) dengan lewatnya batas waktu satu tahun dari terjadinya peristiwa yang menjadi dasar gugatan atau dihitung sejak pertama kali si pengiibah tahu adanya peristiwa (lihat Pasal 1692 Kuh Perdata)

Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala macam harta benda milik penghibah, baik berada berujud maupun tidak berujud, benda tetap maupun benda bergerak, artinya benda tersebut telah ada pada saat pelaksanaan hibah.

Hibah harus dilakukan pada saat penghibah masih hidup. 

Syarat-syarat hibah
Syarat-syarat sahnya pemberian hibah antara lain:

Penerima hibah dan pemberi hibah dewasa dan cakap melakukan tindakan hukum.
Pemberi hibah dan penerima hibah tidak dalam hubungan suami istri, artinya hibah kepada suami atau istri selama perkawinan dilarang. 

Penerima hibah sudah harus ada pada saat hibah dilakukan.

Barang yang akan dihibahkan oleh pemberi hibah sudah ada pada saat hibah dilakukan, jika hibah meliputi barang-barang yang akan ada, maka batal hibahnya.

Pemberi hibah tidak boleh memperjanjikan ia tetap berkuasa untuk menjual atas barang yang dihibahkan, hibah yang semacam itu sekedar mengenai benda tersebut, dianggap sebagai batal.

Hibah dilarang memuat syarat penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban beban lain selain yang dinyatakan dengan tegas dalam akta hibah, apabila ini terjadi maka batal hibahnya.

Meghibahkan Harta Waris Yang Belum Dibagi Sah Atau Tidak?

Berpedoman pada pasal 1666 KUH perdata barang yang dapat dihibahkan adalah barang milik pribadi si pemberi hibah, pertanyaanya harta warisan yang belum dibagi apakah sudah menjadi harta milik ahli waris? Jawabnya belum, harta warisan yang belum dibagi secara hukum masih milik pewaris, akan menjadi milik para ahli waris jika sudah dilakukan pembagian.

Jika ahli waris berkeinginan menghibahkan harta waris yang belum dibagi apakah bisa? Jawabnya tidak, ahli waris tidak dapat mengibahkan harta warisan yang belum dibagi karena harta tersebut masih milik pewaris (orang yang meninggal dunia) sedangkan prinsip hibah, yang dapat dihibahkan adalah harta milik pribadi si pemberi hibah.

Lalu Bagaimana jika hibah atas harta waris yang belum dibagi terlanjur terjadi dan apa akibat hukumnya?

Apabila terjadi hibah atas harta warisan yang belum dibagi, akibat hukumnya adalah hibah tersebut Batal Demi Hukum, sebab perjanjian hibah tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian tentang perihal/objek tertentu yaitu  apa yang diperjanjikan harus jelas kepemilikan barangnya, harta warisan yang belum dibagi secara hukum belem menjadi harta milik dari ahli waris, ahli waris tidak dapat melakukan perbuatan hukum apapun atas barang tersebut sebelum dilakukan pembagian waris. 

Yurisprudensi Makamah agung juga telah memberikan kaidah hukum terkait dengan akibat hukum atas hibah harta warisan yang belum dibagi, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No: 332 K/AG/2000, tanggal 3 Agustus 2005 menyatakan bahwa yang menghibahkan haruslah pemilik barang. Kaidah hukum dalam putusan ini: "Apabila dilakukan hibah kepada pihak lain terhadap harta warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris, maka hibah tersebut batal demi hukum, karena salah satu syarat hibah adalah barang yang dihibahkan harus milik pemberi hibah sendiri bukan merupakan harta warisan yang belum dibagi dan bukan pula harta yang masih terikat dalam suatu sengketa".

Jadi apabila terjadi hibah atas harta warisan yang belum dibagi, maka secara hukum hibah tersebut Batal Demi Hukum.

Penulis :  Sujianto, SH, M.Kn
Kantor Hukum Oktavianto & Associates
Jalan Patua Nomor 21-C, Kota Surabaya
Kontak telpon/ WhatsApp :  0877-2217-7999
Email :  inewssurabaya.id@gmail.com

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network